Di era pandemi seperti saat ini, tim redaksi Kurungbuka.com mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai seorang perempuan cerdas, enerjik, penuh talenta dan selalu terlihat ceria. Dialah Reski Febriani, gadis kelahiran Kalianda, Lampung, 26 Februari 1999. Berikut merupakan petikan wawancara kami dengan Reski.
———
- Apa kabarnya, Reski?
Alhamdulillah, Baik, Kak.
- Saat pandemi begini, bagaimana aktivitas Reski di kampus? Apakah terdampak juga?
Iya, pastinya, kampus saat ini tengah meliburkan seluruh mahasiswanya, tetapi perkuliahan atau segala macam kegiatan kampus dipindahkan ke daring, lewat Zoom meeting, Kak.
- Selain sibuk kuliah, apa saja sih, kesibukan Reski saat ini?
Saya saat ini ikut di lembaga Beasiswa Unggulan Muda Indonesia (BUMI) Scholar, menjadi Public Relation
- Wah, lembaga apa itu? Terdengar cukup menarik.
Iya betul. Ini lembaga independen. Gerakan sosial yang diinisiasi oleh anak muda dari berbagai daerah di Indonesia. Tanggal 5 Mei 2020 lalu, BUMI didirikan oleh para founder-nya yang ingin membuat sebuah gerakan independen yaitu Beasiswa Unggulan Muda Indonesia (BUMI) Scholar. Bergerak di bidang pendidikan dan pengembangan diri untuk menjawab persoalan yang sering menimpa kaum muda Indonesia dalam hal biaya pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kapabilitas diri.

- Kalau boleh tahu, para pendirinya itu siapa saja, ya?
Banyak, Kak. Para founder-nya beragam dari berbagai lembaga kampus. Ada dari kampus seperti UGM, UI, ITB, IPB, UII, UIN, UNAIR, BINUS, UNPAD, UPN, UNDIP, TELKOM, UNBRAW, UNHAS, UNJ, UNY dan UPI.
- Oh, ya, BUMI Scholar kan baru dibentuk saat pandemi, lalu untuk kegiatannya bagaimana?
Karena lahirnya di tengah pandemi, kami rapat dan koordinasi soal apa pun dari awal itu secara daring, belum pernah ada pertemuan langsung. Tapi Alhamdulillah bisa berjalan dengan baik dan berbagai acara juga bisa sukses. Kalau yang lagi berjalan sekarang kan yang BLP-ya, atau BUMI Leadership Program. Nah, itu pendaftarannya dibuka sejak 18 – 28 Juni kemarin. dalam waktu 10 hari ada 2400 lebih pemuda dari berbagai daerah yang ikut mendaftar, tapi yang diterima fully-funded ada 50 orang saja. tanggal 30 Juni lalu sudah diumumkan dan saat ini sedang dilangsungkan pelatihannya.
Nantinya, mereka akan mendapat bimbingan dari 13 tokoh inspiratif nasional dan internasional, kemudian akan dibimbing langsung oleh 15 mentor yang kompeten di bidangnya, untuk mewujudkan berbagai inisiasi atau gerakan yang akan mereka lakukan setelah selesai dari program BLP.

- Untuk kantornya di mana?
kalau kantornya itu ada di Jakarta. Untuk saat ini masih satu atap dengan rumah salah satu founder.
- Banyak orang yang mengatakan saat ini adalah masa sulit, terus bagaimana dengan BUMI Scholar menyikapinya. Keinginan besar apa yang hendak dicapai oleh BUMI ini?
Iya, memang sekarang masa-masa yang sulit untuk dihadapi, tapi kita juga patut untuk tidak menyerah. Adapun tujuan kami tak lain adalah agar para pemuda ini bisa menjadi transformational leader di daerahnya masing-masing dengan cara mempelajari setiap langkah besar dan pengalaman panjang dari seluruh narasumber itu. Sebagai awalan, beasiswa tunai nanti akan kami launching di sekitar bulan Agustus. Itu untuk mahasiswa D4/S1/S2 dari berbagai perguruan tinggi mana pun boleh mendaftar.
BACA JUGA:
Martin: Radio Merawat Kreativitas Saya
- Untuk sumber dananya, kalau boleh tahu dari siapa?
Dananya murni berasal dari para donatur tetap yang hatinya terpanggil untuk membersamai kami. Jadi mereka sudah berkomitmen untuk bedonasi 100 ribu perbulan selama setahun. Ada juga donatur lepas yang tidak terikat dan tidak ada batasan, berapa pun nominal yang akan disumbangkan kami terima dengan senang hati. Kalau donatur lepas itu nanti lewat gerakan “I love 3000: Uang 3000 yang anda beri tentu akan sangat berarti selama ada 30.000 orang yang peduli”. Sampai saat ini masih kami kembangkan, ada tim fundraiser-nya juga. kalau tim redaksi Kurungbuka mau bergabung jadi donatur juga boleh. Hehe.

- Hehe, bisa diatur. Luar biasa, ya, BUMI Scholar berlari kencang dengan sistem yang baik. Kami juga lihat follower di Instagram BUMI Scholar hampir mencapai 7000 follower dalam waktu yang singkat. Nah, apakah ini juga jadi motivasi Reski ikut bergabung dengan BUMI Scholar?
Saya liat visi misinya itu selaras sama keinginan saya sejak lama. Kan saya kuliah juga, Alhamdulillah dapet beasiswa dari BI. Saya bersyukur banget. Jadi timbul keinginan pengen deh orang-orang di sekeliling Reski juga bisa merasakan hal yang sama bahkan lebih. Ada cita-cita suatu saat pengen juga bantu temen-temen yang pengen kuliah juga tapi terkendala finansial. Alhamdulillah, qadarullah, meski nggak tau caranya gimana, Allah Mahabaik karena nemuin saya sama orang-orang deng vibrasi yang sama.
Reski kenal salah satu founder-nya dan beliau nawarin untuk gabung. Tapi tetep diseleksi dulu, berkas dan wawancara. waktu itu untuk empat orang pengurus baru (selain founder). Alhamdulillah keterima di bagian Public Relation-nya. Motivasi yang sama juga untuk membangun “Sketsa Mimpi”. Kalau Sketsa Mimpi ini dibangun bertiga bareng temen-temen Reski anak UIN Banten juga. Kak Aldi Reihan dan Irma Durrotun Niswah.

- Saat ini tentu Reski sekarang disibukkan dengan dua dunia, kampus dan organisasi, pertanyaan yang klise, sebenarnya, hehe, bagaimana cara membagi waktu keduanya?
Hmm, kalau untuk semester ini mungkin yang paling sulit bagi waktu karena pas lagi skripsian, sedangkan di Sketsa Mimpi baru banget berdiri, dan ngadain berbagai kegiatan seminggu sekali. Setelahnya ikut BUMI Scholar dan langsung disibukkan di sana juga. Reski juga masih belajar kalau soal ini, tapi yang pasti dimaksimalkan aja. Kalau lagi skripsian ya fokus skripsian dulu. Organisasinya bisa besok. Kalau ada tugas mendesak sedangkan Reski lagi deadline skripsi juga ya didelegasikan aja dulu tugas organisasinya. Jadi dibuat skala prioritas aja. Mana yang harus diselesaikan terlebih dahulu, mana yang bisa didelegasikan, mana yang harus ditinggalkan.
BACA JUGA:
Indah Prihanande: Berjuang untuk Masyarakat Perlu Dedikasi
- Bagaimana cara menyaimbangkan keduanya?
kalau sudah bisa diidentifikasi itu semua ya tinggal dikerjakan, dan dimaksimalkan. Alhamdulillah para pengurus BUMI Scholar juga support dan mengerti kalau Reski lagi fokus di akademik. Karena nanti setelah lulus kuliah apa lagi setelah menikah kita bakal menghadapi berbagai peran. jadi istri, jadi ibu, jadi wanita karier, mungkin juga jadi pebisnis. intinya untuk sebanyak-banyaknya menebar manfaat. Apa jadinya kalau kita nggak belajar self-management itu dari sekarang? Pasti nanti bakal kaget dan keteteran, ya ‘kan. Hehe.

- Iya, setuju. Selagi muda dan bisa membagi waktu, kenapa nggak?
Sepakat, Kak.
- Wah, sayang sekali, padahal lagi seru, tapi sepertinya kita harus akhiri pembicaraan yang harmonis ini sementara waktu. Terakhir, barangkali ada kalimat penutup dari Reski?
Dengan banyaknya pilihan aktivitas yang dibuat/dimiliki itu sebenarnya malah akan sangat menyadarkan kita, bahwa ternyata kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang kita miliki. Jadi nggak ada lagi tuh pilihan untuk berleha-leha dan menyia-nyiakan waktu pada hal-hal yang kurang berguna. Begitu.
BACA JUGA:
Kirana Kejora: Andai Semua Penulis di Indonesia Mau Berpikir Visioner untuk Kehidupannya
- Siap, terima kasih atas waktunya, ya, Reski. Sukses untuk kuliah, BUMI Scholar, dan Sketsa Mimpi-nya.
Sama-sama, pun dengan Kurungbuka, semoga semakin eksis dan sukses. (lemri/red)