“Kenapa sih Kakak selalu diberikan yang lebih?” Aku menggerutu kesal.
Namaku Neta. Aku mempunyai seorang kakak yang namanya Netya. Apa kalian ada yang punya kakak? Kalian senang punya kakak? Pasti ‘kan? Namun, aku berbeda dengan kalian. Aku sendiri tidak mengerti kenapa begini. Aku selalu iri dengan kakakku.
***
“Netya, ini alat tulisnya,” kata Bunda.
“Makasih, Bun!” jawab Kak Netya. Aku berlari menuju kamar, mendorong pintu dengan kencang.
“Kenapa sih kakak selalu dikasih yang lebih?” Di dalam kamar aku hanya bisa kesal. Mengapa Kak Netya selalu diberikan sesuatu yang diinginkanya? Aku, dilupakan!
Aku langsung pergi menuju taman. Taman yang sangat sepi. Terakhir aku ke taman itu pun juga sepi. Di situ tempat favoritku. Tempat yang bisa menenangkan diriku saat bersedih.
Saat sampai di taman, aku segera duduk di bangku taman. Aku hanya melihat beberapa orang yang berlalu-lalang. Hari ini tidak terlalu sepi karena hari libur. It’s okay, but... huft, aku malah tambah memikirkan kejadian di rumah terus. Huh! Aku beli es krim saja deh.
Aku memilih es krim cone rasa cokelat. Yummy!!!
***
Aku merasa bosan di taman, lalu memutuskan pergi ke rumah Kintaya.
“Kintaya, assalamualaikum!” salamku dari luar rumah Kintaya. Rumahnya bagus, minimalis dan besar.
“Ya, masuk saja!” jawabnya dari dalam rumah. Sepertinya dia sedang berada di ruang tamu. Aku bergegas menuju ke sana.
“Kintaya, kamu di mana?” teriakku.
“Di sini!” jawab Kintaya. “Aku kan udah bilang sama kamu, panggil aku Kinta aja!” kata Kintaya, eee… Kinta!
“Iya… iya, maap,” balasku.
“Kamu kenapa lagi, Net?” tanya Kinta.
“Aku sebel lagi sama Kak Netya!” Kinta hanya tersenyum kecil.
“Aku ‘kan sudah bilang sama kamu, kalau—”
“Ah, sudahlah! Aku tidak perlu mendengar nasehatmu berulang kali!” potongku. Aku segera duduk di sofa. Sejak TK aku dan Kinta sudah berteman. Jadi, kami cukup dekat. Aku sudah sangat sering ke rumah Kinta.
“Eeh, jangan gitu dong. Ngambek terus!” Kinta berlari menuju aku. Dia merayuku supaya tidak ngambek dan menawariku es krim. Kinta sangat mengetahui makanan kesukaanku.
“Enggak, ah! Tadi aku sudah makan es krim!” tolakku.
Kalian tahu ‘kan, aku tadi sudah makan es krim. Aku tidak mau makan berlebihan! Hehe….
“Baca komik di kamarku yuk!” Kinta tetap berusaha merayuku.
“Kalau ini aku mau!” kataku dan segera beranjak dari sofa.
“Baik, ayo kita ke atas!” ajak Kinta.
Aku berada di rumah Kinta hingga petang. Semoga Bunda tidak khawatir denganku.
***
“Bunda, aku boleh beli pensil mekanik nggak?” tanyaku kepada Bunda yang sedang membaca majalah.
“Nggak, pensil makanik kamu masih bisa dipakai ‘kan? Lagi pula Bunda belum ambil uang di ATM. Bunda lagi capek.” Begitu jawaban Bunda.
Tidak apa, mungkin aku hanya terlalu berlebihan iri dan kesal dengan Kak Netya. Sudahlah, lupakan! Lebih baik aku baca buku di kamar saja deh!
***
“Neta, sini deh!” panggil Kak Netya. Aku segera menuju kamarnya.
“Ada apa?” tanyaku.
“Kakak punya cokelat, mau?”
Cokelat, mau laaah!
“Mau, aku ambil yang dark cocho-nya, ya!” kataku yang langsung keluar dari kamar Kak Netya. Senang dapat cokelat kesukaanku! Hmm…, tapi, ada yang aneh dengan rasanya. Mungkin aku hanya terlalu senang. Hehe…!
***
“Nih, pensil mekanik pesananmu!” kata Ayah.
“Terima kasih, Ayah!” seru Kak Netya. Biasanya kalau Kak Netya dikasih sesuatu aku langsung menggerutu di dalam kamar, tapi sekarang berbeda. Aku menggerutu disertai tangisan.
“Neta, kamu kenapa?” tanya Bunda yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarku.
GAWAT! Aku lupa mengunci pintu kamarnya!
“Hiks, hiks! Kenapa Bunda dan Ayah selalu membelikan barang yang Kak Netya mau?” Aku masih terisak.
“Hhh….” Bunda menarik napas. “Bukanya Bunda selalu menuruti apa yang kakakmu mau. Itu karena kakakmu sangat membutuhkannya,” Bunda menjelaskan.
“Tapi, aku kok nggak boleh?”
“Bukanya nggak boleh. Kamu kan masih punya pensil mekanik yang ingin kamu beli,” kata Bunda lagi. Aku berpikir sejenak, betul juga sih kata Bunda!
“Ya sudah, aku minta maaf ya, Bun….”
“Oh, ya, kita ke luar yuk!” Bunda mengajakku ke balkon.
***
“Happy birthday, Neta!” Kak Netya memberiku kado dan memelukku. Di balkon juga ada Ayah dan Kinta. Aku baru ingat hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku mengucapkan terima kasih. Aku tak sabar untuk segera membuka kado.
Kado dari Kak Netya adalah pensil mekanik yang aku impi-impikan. Dan, pensil ini adalah pensil yang Ayah berikan ke Kak Netya saat pulang kerja tadi!
Sekarang aku mengerti. Seharusnya aku tidak boleh iri pada kakakku. Aku juga harus berpikir positif terhadap Ayah dan Bunda karena mereka pasti menyayangi aku. Aku sayang kakakku. Terima kasih, Kakak![]