Randu, Sebuah Pohon di Dalam Dirinya

randu, sebuah pohon di dalam dirinya. tempat segala pernah bermula. pada apa pun yang dicatatnya, cuma pohon randu yang masih belum menanggalkan kulitnya. jejak telapak tangan yang digambarnya dulu, memberi pengertian bahwa ia tak mengingkari kepulangan. tak ada yang dapat melawan sajak-sajak yang tumbuh menyerupai pohon randu, kecuali musim yang berubah dan angin-angin jahat yang mengenalkannya kepada riuh. malam-malam laknat dengan genta pada kalungnya.

bila kebisingan ini kelak reda,

pohon randu menjemput tangannya.

2016-2019.

*

Kafe

di bawah cahaya murung lampu yang merenung.
di tengah orang sibuk berbincang sambil memesan makan dan minum,
aku berkisah kepadamu tentang angin yang mengungsi.
“pohon asam di luar itu, sejak kemarin mematung tak melambai.”

“di pojok itu pun kursi tak berpenghuni,
vas bunga tanpa serangga, juga meja tanpa botol coca-cola,”
tunjukmu, mengingatkanku kepada seorang nabi yang menunggu.
aisyah disebutnya ragu-ragu.

di bawah cahaya murung lampu yang merenung,
tidakkah kau pahami, mengapa pohon asam di luar itu
sejak kemarin mematung tak melambai?

2000-2010.

*

Perayaan Cinta

rumah luka dibangun dari biji-biji garam
yang memuai. matahari menyukai jemuran,
seperti ayah menyesap tubuh ibu.

ia mau bahagia, bilamana keruh yang larut
dicecap habis bibir gelasmu.

2019.

*

Setelah Pelukan

apa yang tersisa setelah pelukan
bilamana angin selatan membiarkan kenang
terlepas di pintu dingin jembatan

apa yang tersisa setelah pelukan,
bilamana rebak hujan lebih detak dari dekat
dan kemari dadamu kemari

telur di remahan dangkal.

2019.