KURUNGBUKA.com – Konon, Sabtu mau berganti Minggu menjadi saat meraih kenikmatan bagi orang-orang lelah dan bosan menunaikan kerja selama enam hari. Sabtu saat malam kadang disebut malam Minggu. Sabtu dan Minggu mendapat gelar “akhir pekan”.
Kita memiliki Sabtu berduka. Pada 27 April 2024, Sabtu belum menerbitkan matahari, Joko Pinurbo pamitan. Ia meninggalkan dunia. Kita mengingat Sabtu itu “pergi” atau “pulang”. Pemahaman agak rancu bila memikirkan “pergi ke dunia sana” atau “pulang menuju Tuhan”.
Sabtu itu pagi. Orang-orang berduka, sejak pagi sampai malam. Dulu, Joko Pinurbo (2018) menggubah puisi saat Sabtu telah malam atau dianggap malam Minggu. Puisi itu berjudul “Malam Minggu di Angkringan”. Joko Pinurbo menghadirkan kejadian berlatar Jogjakarta: Telah kugelar/ hatiku yang jembar/ di tengah zaman/ yang kian sangar./ Monggo lenggah/ menikmati langit/ yang kinclong,/ malam yang jingglang,/ lupakan politik/ yang liar dan bingar. Ia mengajak pembaca menikmati kesenggangan, malam, dan langit dengan abai politik. Kesibukan kerja pun ditinggalkan.
Di angkringan, kenikmatan makan dan minum mendapat sentilan: Mau minum kopi/ atau minum aku?/ Atau bersandarlah/ di punggungku/ yang hangat dan liberal/ sebelum punggungku/ berubah menjadi/ punggung negara/ yang dingin perkasa. Sabtu kemarin kita berduka. Kita pun susah melupakan politik saat terjadi pertemuan para elite politik demi membuat koalisi gemuk. Politik makin ramai setelah penetapan presiden terpilih oleh KPU. Di angkringan, orang-orang mungkin tetap terbujuk omong politik meski telah disindir Joko Pinurbo. Kita memastikan elite politik tak mengetahui jika Indonesia telah ditinggal Joko Pinurbo.
Minggu, 28 April 2024, Joko Pinurbo menghuni kuburan. Keluarga, rekan, dan penggemar ikut mengantar (raga) Joko Pinurbo menuju alamat baru: kuburan. Di situ, doa-doa dan taburan bunga. Orang-orang masih berduka sambil membuka album kenangan.
Kita memilih membaca puisi berjudul “Minggu Pagi di Sebuah Puisi”. Joko Pinurbo (1998) tak mengisahkan Minggu dalam senang-senang atau perwujudan pamrih-pamrih duniawi. Ia justru menulis Minggu itu sakral. Puisi mencantumkan keimanan dan terbaca dengan sejarah berhikmah. Joko Pinurbo menulis: Minggu pagi di sebuah puisi kauberi kami/ kisah Paskah ketika hari masih remang dan hujan,/ hujan yang gundah sepanjang malam,/ menyirami jejak-jejak huruf yang bergegas pergi,/ pergi berbasah-basah ke sebuah ziarah. Pada Minggu berbeda, orang-orang berziarah ke makam Joko Pinurbo. Mereka berbeda agama tapi memerlukan mendoakan dan mengenang. Minggu itu iman. Minggu itu kuburan dan ziarah.
Sabtu dan Minggu berlalu, kita masih belum selesai membicarakan dan mengenang Joko Pinurbo. Di media sosial, orang-orang menampilkan ucapan dan foto bersama Joko Pinurbo. Ikhtiar tak menjadikan kebersamaan itu berlalu. Mereka mengerti Sabtu dan Minggu bakal berganti Senin. Babak duka belum juga tamat.
Kita mengalami Senin bersama puisi berjudul “Senin Pagi”. Joko Pinurbo (2019) memiliki kepekaan hari-hari dicantumkan dalam puisi. Kini, Senin, 29 April 2024, bersuasana berbeda ketimbang Senin terbaca dalam puisi. Kita belajar lagi Senin: Tubuhmu/ yang masih ngantuk/ sudah siap jadi jalanan/ macet dan bising. Kita mengerti Senin itu kesibukan, kerepotan, kemacetan, kebisingan, keramaian, dan kesemrawutan. Senin biasa berulang dengan kesan-kesan melelahkan dan enggan.
Joko Pinurbo mengajarkan Seni meski kita tak ingin berfilsafat waktu, tubuh, dan kejadian. Ia mengingatkan: Tubuhmu/ masih gagap/ membaca waktu.// Berdandan/ di depan toilet/ di Senin pagi,/ kau masih ragu/ membersihkan/ sisa surga di bibirmu. Senin, kita memastikan tak bersama Joko Pinurbo lagi.
Kita masih bersama puisi-puisi untuk terbaca setiap hari jika kita mau memilih dan membuat album setahun. Kita mengandaikan memilih kutipan-kutipan dari puisi untuk dicantumkan dalam buku-kalender. Di hadapan buku-kalender, kita mungkin makin merasakan hari-hari dan puisi-puisi, sejak Januari sampai Desember. Kita bisa bertemu Joko Pinurbo setiap hari, tak cuma Sabtu, Minggu, dan Senin. Begitu.
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<