Oleh Hadi Kurniawan
Matahari mulai terasa hangat di kulit saat kami tiba di mata air Cisindang di hari Selasa, 23 November lalu. Gemerisik suara gesekan daun bambu terdengar riuh saat angin berembus. Genangan air hujan masih tersisa pada beberapa anak tangga. Meski sudah ada rehabilitasi peningkatan fisik sekitar mata air, belum banyak yang tahu sumber mata air ini. Hanya penduduk sekitar saja yang datang dan beraktivitas sehari-hari di sana.
Sumber air Cisindang berada di Desa Sindangmandi, Kecamatan Baros, Kabupaten Serang. Jaraknya sekitar 16 kilometer dari pusat Kota Serang. Akses menuju ke sana sudah sangat baik dengan kondisi jalan beton yang dapat dilalui dengan kendaraan roda dua atau roda empat. Bagi pesepeda, trek menuju Cisindang cukup menantang dengan tanjakan dan turunan yang variatif.
Selain itu, perjalanan menuju Cisindang disuguhkan pemandangan yang menarik dan mengesankan. Gunung Karang tampak menjadi focal point selama perjalanan. Perbukitan yang memanjang dan Kota serang tampak dari kejauhan. Sawah yang berundak, lembah, rumah penduduk dan kebun warga nampak bergantian berseling menjadi obat netra penenang jiwa.
Untuk menuju ke Cisindang, yang menjadi patokan adalah persimpangan Palima. Dari sana, calon pengunjung dari arah Serang, Pandeglang, atau Kantor Pusat Pemerintahan Propinsi Banten (KP3B) melanjutkan perjalanannya ke barat atau arah Ciomas atau Pabuaran. Yang menuju ke sana akan melewati kampus baru Universitas Tirtayasa (Untirta) di sebelah kiri, hingga kemudian sampai di pangkalan ojek Paleuh. Dari situ masih melanjutkan perjalanan sekitar kurang lebih lima kilometer menuju kantor Desa Sindangmandi. Pengunjung nantinya bisa memarkirkan kendaraan di area penziarahan Nyi Mas Anjungan. Cukup membayar lima ribu rupiah untuk parkir kendaraan roda empat atau dua ribu rupiah untuk kendaraan roda dua.

Dari parkiran menuju Cisindang ditempuh dengan berjalan kaki sekitar lima menit. Pengunjung dapat mengakses dua jalan setapak yang menurun. Pertama bisa melewati jalan perumahan penduduk. Sedangkan yang kedua melalui jalan setapak melewati kebun warga. Sesampai di sana, suasana sejuk mulai terasa. Areanya rindang dinaungi kanopi dari percabangan pepohonan. Di dekat sumber air dikelilingi rerumpunan bambu yang memang dikenal sebagai tanaman yang dapat menjaga sumber mata air.
Tidak perlu khawatir kelaparan saat tiba di sana. Terdapat beberapa warung warga yang menyajikan aneka penganan sederhana. Saat tiba di sana, tercium aroma aneka gorengan hangat dan bumbu mie instan pesanan pengunjung lain. Suasana sejuk memberi sinyal tubuh untuk segera memberi asupan makanan untuk menghangatkannya. Bahkan penjaga warung siap memasakkan nasi liwet jika ada yang memesan, khususnya yang datang dengan rombongan sekitar lebih dari empat orang.
Saat itu hanya beberapa orang warga yang beraktifitas di sumber mata air. Ada yang mencuci baju atau hanya sekedar membilas kaki dari mereka yang melintas saluran air limpahan dari sumber air Cisindang. Biasanya pengunjung yang baru pertama kali ke sana akan langsung menceburkan diri tak lama setelah sampai. Tidak mengherankan memang karena siapa saja yang melihat kolam sumber mata air yang jernih, hingga bisa melihat dasarnya, pasti menggoda setiap yang datang untuk menceburkan diri di sana. Sekedar tips bagi pengunjung, untuk menikmati berenang di kolam sumber air, sebaiknya isi perut dulu sebelum masuk kolam. Tujuannya agar bisa puas berendam di dalamnya. Jika perut belum diisi, maka air kolam akan cepat membuat tubuh kedinginan.
Mengunjungi mata air Cisindang mengajak kita berlaku seperti masyarakat setempat. Jangan harap ada fasilitas lengkap seperti tempat wisata di sana, karena memang bukan tempat wisata komersial. Cisindang hanya tempat sumber air yang digunakan warga sekitar untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi pengunjung mesti menyesuaikan dengan kebiasaan warga di sana. Tidak ada toilet untuk buang air kecil atau besar yang berstandar. Hanya tempat buang hajat seadanya. Untuk tempat ganti baju, ada musholla kecil yang bisa digunakan mengganti baju. Meski demikian, Cisindang menjadi tempat yang tepat untuk menenangkan diri dari hiruk pikuk kesibukan keseharian.

Kepulan uap air bercampur semerbak aroma kopi robusta instan yang disajikan penjaga warung sejenak membuat indra penciuman dimanjakan. Bak aromaterapi di tempat pemandian berbayar, membuat paru mengembang, menghirup dalam-dalam. Jutaan molekul oksigen yang terhirup seolah menjadi detoksifikasi tubuh bagi mereka.
Setelah cukup mengisi kalori tubuh, baru saya mulai memasuki kolam mata air. Lebih dari belasan kali saya mendatangi Cisindang. Namun hingga saat ini tidak pernah merasa bosan untuk kembali. Kedalaman air yang setinggi pinggang orang dewasa, bisa juga dinikmati oleh usia remaja dan anak-anak. Ada juga penyewaan ban bagi pengunjung. Harganya pun sangat terjangkau jika dibandingkan dengan tempat wisata. Jernihnya air membuat pengunjung yang berenang bisa menyelam hingga ke dasarnya. Terdapat ikan-ikan kecil dan udang air tawar yang tinggal di sana yang menambah penasaran pengunjung untuk mendapatkannya.
Selesai berenang, tidak perlu membilas kembali. Air Cisindang yang murni dari sumbernya tidak membuat kulit kita kusam. Bahkan airnya bisa langsung diminum layaknya air minum kemasan yang dijual. Debitnya yang besar seolah menjadi hadiah bagi warga sekitar sebagai sumber kehidupan. Mulai sekedar membersihkan bagian tubuh hingga bisa mengairi areal persawahan.
Dengan segenap usaha warga sekitar menjaga sumber air mereka. Mulai dari menjaga kebersihan sekitar sumber air hingga menjaga kelestarian pepohonan di desa mereka. Tentunya tidak hanya mereka yang harus menjaganya. Pemerintah dan masyarakat juga harus bisa berkontribusi dalam pemeliharaan lingkungan supaya sumber air tetap lestari.