KURUNGBUKA.com – (25/03/2024) Yang memiliki kebiasaan lama, pena di tangan untuk menulis. Benda itu masih dipercaya yang mampu menuruti kemauan pikiran dan perasaan untuk bergerak di atas kertas. Namun, zaman bergawai kadang membuat pena itu terpencil.

Tangan-tangan sudah tak lagi akrab atau mahir menggerakkan pena yang menghasilkan tulisan. Beberapa orang masih berpena meski mengetahui bentuk tulisannya jelek. Pemandangan yang berbeda dari huruf-huruf yang dihasilan saat tangan bergawai. Namun, orang-orang yang berpena tak merasa minder.

Orang yang menulis dengan pena dianjurkan mendapatkan kelancaran, bukan gangguan-gangguan yang memalukan. Natalie Goleberg mengungkapkan: “Pena itu mesti lancar karena pikiranmu selalu lebih cepat daripada tanganmu. Kamu tentu tidak ingin membuat tanganmu lambat gara-gara sebuah pena yang macet.” Jadi, benda di tangan harus sudah dipikirkan secara matang.

Benda yang terpilih berdasarkan merek, pengalaman, dan keakraban. Yang menulis bakal menemukan kepuasan dengan penanya. Benda itulah yang memungkinkan tulisan-tulisan dihasilkan dalam persaingan kecepatan. Tangan yang bergerak cepat bisa lelah tapi pergolakan pemikiran kadang tak kunjung berhenti.

Pengalaman itu berkesan masa lalu. Mereka dengan tangan berpena yang mau lelah. Menulis memang mengingatkan alat tulis. Alat di tangan yang nantinya tidak hanya bertugas di atas kertas. Pena kadang dimain-mainkan atau ditaruh di mulut.

Pena bisa tergeletak di atas meja. Yang terjadi adalah pengakraban dengan pena dalam permufakatan menghasilkan tulisan tanpa macet, lesu, dan mutung. Pena tak lagi benda saja. Pena yang mencipta biografi dalam bersastra.

(Natalie Goldberg, 2005, Alirkan Jati Dirimu, Mizan Learning Center)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<