Kesenian menjadi suatu hal yang sangat erat kaitannya dengan kebudayaan. Karena kesenian adalah bagian dari budaya itu sendiri. Terlebih jika kesenian tak berhenti pada tahap euforia warga semata tapi juga bisa digunakan sebagai media dakwah seperti yang dicontohkan oleh Sunan Kalijaga dalam sejarah Wali Songo yang pernah kita dengar dan baca.

Nah, apakah hal itu masih relevan sebagai media dakwah di era milenial ini? Kali ini tim rubrik #Wajah Kurbuk berkesempatan untuk mewawancarai salah satu pegiat kesenian di daerah Kab. Pandeglang. Beliau juga merupakan Lulusan Kampus ISBI Bandung. Selamat menyimak percakapan yang cihuy ini!

_ _ _

  • Assalamu’alaikum, Kang, boleh minta waktunya sebentar?

Wiih, sok, mangga, selow-selow wae.

  • Ada pepatah mengatakan, Tak kenal maka ta’aruf, hehehe… Boleh perkenalkan diri Kang?

Nama saya Tirta Nugraha Pratama, saya Asli dari Menes Pandeglang, Banten.

  • Oh, budak menes, balok lovers dong, Kang, hehe… Awal mula terbentuknya UT Ethnic tuh gimana ceritanya, Kang?

Dulu saya dapat tawaran bikin kegiatan di Tanjung Lesung. Sebelum kegiatan dimulai, selama 10 hari kami di karantina nggak bisa ke mana-mana. Setelah saya amati ternyata dari masing-masing peserta memiliki talenta yang berbeda. Nah dari situ saya rasa harus ada wadah untuk menyatukan bakat yang dimiliki mereka. Akhirnya tercetuslah nama Uni Talent Ethnic.    

  • Tanjung Lesung bakal jadi kenangan indah buat para personel UT Ethnic ya Kang. Oh, iya, menurut Kang Tirta sendiri melihat kesenian dan pelaku seni di Pandeglang gimana, sih?  

Yang saya lihat para seniman di Pandeglang itu paling kaya, paling kreatif, dan paling variatif. Paling kaya, berbicara karya kita berani show-up. Salah satunya yang saya miliki yaitu: Wayang Nganjor. Paling kreatif, karena yang saya amati para pelaku seni di Pandeglang berani berpikir out of the box. Paling variatif, karena di setiap bidang seni ada. Musik, teater, dan tari. Bisa saya ambil contoh pada setiap event lomba misalnya. Para penari di Pandeglang selalu mendominasi sebagai peserta.

  • Wih, secara kuantitas ternyata seniman Pandeglang oke juga yah, Kang. Apakah pertumbuhan pelaku seni di Pandeglang harus selalu beriringan dengan kegiatan perlombaan Kang?

Untuk saat ini masih seperti itu Kang. Saya akui kesadaran mereka masih kurang dalam mengembangkan kesenian di Pandeglang. Untuk SDM ada namun hal itu ternyata tidak berbanding lurus dengan sikap apatis dari para pelaku seni.

Oleh karena itu hal ini menjadi PR bagi UT Ethnic dan kami coba mewartakan, bahwa Kita berkarya nggak perlu nunggu lomba dan kegiatan dari pemerintah. Emang na rek kieu bae? Maka dari itu di setiap bulan Ramadhan kami mulai berinisiatif mengadakan Nganjor Taraweh yang sudah berjalan selama 4 tahun.

  • Wah kekuatan gotong-royong masih menjadi ciri khas bangsa kita yah, Kang. Oke, sekarang gini kang. Nganjor Taraweh kan sudah berjalan 4 tahun nih ya. Selama di lapangan pasti nggak selalu berjalan baik dong. Pernah punya pengalaman pahit?

Alhamdulillah, Kang, hehe…. Pernah atuh, 2 tahun yang lalu kegiatan kita pernah di cancel di daerah Kubang Kondang, Cisata. Dan yang paling hangat nih, tahun ini di Cibaliung saat pentas sedang berjalan kegiatan kita dibubarkan karena tokoh masyarakat dan tokoh agama tidak respect. Yaah UT Ethnic mah oke aja. Karena pada dasarnya semua masyarakat punya hak untuk menerima dan bahkan menolak kegiatan kita.

  • Penuh tantangan sekali emang Kang, yah. UT Ethnic sendiri lahir dan berjalan dengan cara kerja kolektif. Pernah tersirat atau tersuratkah saat mengadakan kegiatan Nganjor Taraweh ini dari para personel mengeluh semisal: “Udah mah keluar tenaga, waktu dan bahkan uang, tapi belum ada feedback nih ka aing.” Ada, Kang?

Pasti ada hal seperti itu, dan itu sangat sering terjadi di awal merintis. Untuk menjaga kekompakan anak-anak itu butuh memutar pikiran dan berbicara dengan perasaan. Yang Pertama kita harus memberi penjelasan bahwa hal ini merupakan kegiatan sosial yang mana saat kita mengorbankan tenaga, waktu dan uang insyaallah akan ada feedback baik pada kita.

Yang kedua, untuk menunjang urusan transport dan konsumsi, saya tak menggunakan proposal kegiatan untuk acara ini. Tapi saya coba silaturahmi dengan teman-teman dari komunitas lain. Alhamdulillah ada saja pihak-pihak yang support mulai dari fresh money, sound system, dan souvenir untuk doorprize peserta.

  • Hamdalah, berkah silaturahmi yah, Kang. Pertanyaan terakhir, nih, Kang. Bagaimana harapan Kang Tirta sendiri untuk para pemuda di Pandeglang?

Jika semua seniman Pandeglang bisa bergerak mengadakan kegiatan dan konsisten untuk melestarikan kesenian, bukan hal mustahil jika suatu saat nanti Pandeglang akan menjadi central kesenian yang ada di Banten. Karena untuk saat ini central kesenian di Banten ini belum ada.

Terakhir, kita tak kekurangan SDM hanya saja belum memiliki kesadaran dalam membumikan kesenian. Semoga seiring berjalannya waktu SDM akan berbanding lurus dengan kepedulian pada kesenian itu sendiri.

  • Gokil pisan Kang Tirta. Lain waktu bisalah kita nyeruput kopi sambil liat-liat Wayang Nganjornya Si Akang. Semoga UT Ethnic selalu diberi keberkahan. Aamiin Nuhun, ya Kang….     

Hayukeun Kang ulah sampe henteu. Aamiin. Sami-sami, abdi geh hatur nuhunnya, Kang… (met)