KURUNGBUKA.com – (21/05/2024) Tulisan-tulisan awal biasanya menggelisahkan dan memalukan. Para pengarang mengalaminya tapi memiliki cara bersikap, yang membuat tulisan wajib dibuang atau dibakar atau menjadikannya beres. Artinya, tulisan tidak dibiarkan buruk dan menyiksa.

Cara memuliakan tulisan kadang meminta tangisan, kemarahan, ketabahan, dan kengototan. Yang terjadi dalam pembuatan tulisan awal adalah campuran dari kekonyolan, keberuntungan, keyakinan, dan kesalahan. Namun, awalan itu tetap akan memberi penentuan bagi yang ingin terus menghasilkan tulisan-tulisan atau mutung untuk selamanya.

Pengarang besar yang bernama Haruki Murakami pun digelisahkan dalam awalan menulis cerita. Ia dalam titik penentuan: “Namun, saat membaca naskah tersebut, aku sama sekali tidak terkesan. Sekilas tulisanku memenuhi segala persyaratan untuk menjadi sebuah novel, tapi novel itu terasa membosankan.” Ragu dan malu mulai menyerbut.

Ia sadar bakal ada yang sia-sia tapu masih ada yang bisa diselamatkan. Pengakuannya: “Setelah membaca naskah itu secara menyeluruh, yang kurasakan adalah kehambaran.” Ia tidak ingin para pembacanya bernasib lebih buruk. Naskah itu harus diperbaiki.

Sedih melanda dan ia hampir menyerah. Penulisan novel itu kemustahilan? Haruki Murakami perlahan mengurangi ragu dan malu. Perubahan-perubahan dalam dalil-dalil penulisan cerita. “Untuk memulai kembali upaya menulisku, yang pertama kulakukan adalah menyingkirkan tumpukan manuskrip dan pena.” Ia memahami jika benda-benda itu masih ada maka ia menulis cerita yang berbobot sastra.

Pilihannya, membuat atau memperbaiki cerita dengan mesin tik tua. Ia dalam suasana berbeda, bergaul dengan benda-benda bisa mencipta perubahan.  

(Haruki Murakami, 2020, Seni Menulis, Circa)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<