KURUNGBUKA.com – (17/05/2024) Pengarang yang berada dalam masa peralihan menerimak konsekuensi-konsekuensi yang rumit. Pada akhir abad XX dan awal abad XXI, pengarang dengan cerita-ceritanya tidak dapat menuntut para pembacanya untuk berpatokan dengan tata cara baca atau pementingan selera baku.

Yang terjadi adalah perubahan-perubahan yang dimungkinkan akibat perubahan masa atau guncangan abad yang berdampak besar. Pengarang berada dalam pertaruhan nasib saat para pembaca berhadapan dengan tulisan-tulisannya.

Haruki Murakmi (2010) menyatakan kilas balik: “Perubahan signifikan terjadi khususnya pada para pembaca Eropa dan Amerika. Hingga kini, novel-novel saya ditilik lewat kacamata abad XX. Novel-novel itu memasuki pikiran para pembaca melalui pintu seperti posmodernisme atau realisme magis atau orientalisma, tapi bersamaan dengan datangnya abad baru, para pembaca ini perlahan mulai menanggalkan isme-isme semacam itu dan menerima semesta cerita saya secara apa adanya.”

Pengarang tetap memberi perhatian atas babak-babak perubahan yang terjadi di pembaca. Ia mengetahui nasib novel-novelnya mudah dipengaruhi teknologi-membaca, ideologi mutakhir, dan arah selera kesusastraan.

Pengarang sadar cerita-cerita tak sampai sempurna. Namun, kemunculan para pembaca pada masa-masa yang berbeda mampu menunjukkan yang semrawut, kacau, kontradikitf, dan bolong. Sebaliknya, ada kemauan pembaca yang tidak terlalu berharap sempurnanya cerita.

Haruki Murakami mengungkapkan: “Alih-alih menganalisa segala kesemrawutan dalam cerita-cerita saya, mereka tampaknya lebih tertarik mencari cara terbaik agar cerita-cerita tersebut bisa mereka terima secara bulat-bulat.” Beruntungnya cerita-cerita yang mendapatkan pembaca, yang akan pasang-surut nasibnya saat “lestari” akibat kesibukan para pembaca.

(Haruki Murakami, 2020, Seni Menulis, Circa)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<