KURUNGBUKA.com – (18/05/2024) Hadirnya cerita dari para pengarang bukan sekadar penulisan dan pemberian yang apa adanya. Yang ditulis adalah cerita yang memiliki beragam pertimbangan untuk bisa dinikmati pembaca dengan dampak dan kesan. Cerita yang terbaca mungkin sederhana tapi tata cara penulisannya kadang tidak seutuhnya diketahui.
Kemauan dan tanggung jawab pengarang pun tidak mudah dimengerti bila tanpa pelacakan keterangan atau pengakuan. Cerita selesai dibaca dan pemetik makna-makna perlahan mengerti atau mengalami kerumitan saat mau melakukan penilaian. Pembaca yang bimbang dalam pemerolehan dan tuntutan.
Yang disampaikan Haruki Murakami (2010) mengenai tugas pengarang: “…. bukanlah untuk menghakimi mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang jahat. Yang terpenting adalah memastikan keselarasan antara elemen yang sifatnya berubah-ubah dan elemen yang sifatnya tradisional dalam diri pengarang, memastikan apakah kisah-kisah individual dan kisah-kisah komunal dalam diri pengarang memiliki akar yang sama.”
Kita diajak mengenali dan memahami pengarang yang bergumul dengan cerita, yang memiliki akar dan arah. Cerita tetap tidak apa adanya.
Cerita berakara, yang membuat hubungan penulis dan pembaca dalam bentangan waktu dan kesadaran bahasa. Haruki Murakami melanjutkan: “… cerita yang ditulis untuk memelihara kekukuhan jembatan spiritual yang dibangun antara masa silam dan masa depan.”
Ada waktu-waktu yang dialami bersama, dari penulisan sampai pembacaan. Cerita yang akan “bergolak”, yang menemukan arah atau sempat dalam buntu. Yang dilakukan pengarang: menemukan kata-kata (baru) agar nafas cerita tak berhenti.
(Haruki Murakami, 2020, Seni Menulis, Circa)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<