Sebelumnya saya tak pernah menyangka bakal menulis catatan ini, catatan tentang pengalaman berharga menjadi bagian dari Film Balada Si Roy (BSR) yang diangkat dari novel karya Gol A Gong. Meski hanya menjadi ekstras atau figuran yang entah wajahnya terlihat atau tidak di kamera, bahkan mungkin hanya punggungnya saja, tapi setidaknya bisa ikut dan melihat bagaimana proses syuting yang sesungguhnya.

(Ya, minimal bisa foto bareng artislah, terus upload di medsos dengan caption seolah-olah punya peran penting saat syuting. Wkwkw)

Sejak awal diumumkan nama-nama pemain film ini oleh akun instagram IDN Pictures dan @filmbaladasiroy pada 16 Desember 2020 lalu, hati saya sudah bergetar, berharap bisa ikut syuting supaya bisa nongol di layar bioskop nanti. Apalagi lokasi syuting di Rangkasbitung, Serang, Lampung, dan Anyer. Produksi dimulai pada Hari Minggu, 10 Januari 2021.

Hingga akhirnya, kesempatan pertama itu datang pada Selasa 12 Januari 2021. Kru bagian casting film BSR mengontak relawan Rumah Dunia dan Motor Literasi (Moli) untuk ikut casting. Kami antusias. Besoknya kami berangkat dari Serang menuju Rangkasbitung, sekaligus menghadiri acara di TBM Kedai Proses, usai acara pukul 00.00 WIB, tim casting datang dan kami diminta untuk acting di sebuah ruangan kamar para relawannya Om DC Aryadi, ketua TBM Kedai Proses.

Pagi harinya, hasil keputusan siapa saja yang bakal diajak syuting sudah keluar dan muncullah nama Baehaqi Muhammad, Sejo Qulhu, dan Boe yang dipastikan ikut syuting sebagai ekstras. Saat itu saya berpikir, mungkin karena wajah saya yang terlalu modern, atau juga karena berat badan yang tak sesuai. Entah. Tapi yang jelas, meski tidak lolos, namun saya tetap senang karena ada perwakilan dari Rumah Dunia dan Moli yang terpilih. Tapi sejak itulah, impian dan kesempatan untuk ikut syuting film ini sudah hilang di kepala saya.

Waktu berlalu. Tak disangka, akhirnya keajaiban itu terjadi pada Kamis 18 Februari 2021. Kabar syuting di Kota Serang hari itu sudah kami dapat dari Ade Ubaidil, seorang relawan Rumah Dunia yang terlibat proses syuting sejak awal sebagai pelatih bahasa film BSR yang sedang di Lampung sehari sebelumnya. Malamnya, tim casting dari Serang utusan Om Andi Suhud dan Rambo Banten, yakni Irawan Dwi Putra atau akrab disapa Bang Awang menelpon saya, meminta untuk datang besok pagi di Alun-alun.

Tapi pikiran saya sama sekali tidak memikirkan soal syuting BSR. Saya dan Abdul Salam, Presiden Rumah Dunia yang sedang mengelola Rendez Vous Café, justru memikirkan strategi jualan kaos dan tumbler kepada para kru. Kami bergegas menyiapkan produk jualan khusus merchendise BSR.

Pukul 06.00 WIB kami sudah tiba di Alun-alun Barat Kota Serang, membuka mobil Perpustakaan Keliling Rumah Dunia dan menggelar lapak jualan. Menjelang siang, saya dan Niko Sanjaya, relawan baru Rumah Dunia dan Jordi Algifari, putra ketiga Gol A Gong dipanggil ke Weltevreden Café untuk rapid test antigen, sebelum masuk ke lokasi syuting. Protokol kesehatan yang diterapkan cukup ketat. Selanjutnya, kami memilih pakaian yang sesuai dengan tahun 1980-an, sesuai setting dalam film ini, kemudian menunggu selama lima jam lebih.

Saat para pemain lain dipanggil, namun nama kami belum juga. Padahal saat itu proses syuting adegan Roy dan Dewi Tomboy yang diperankan oleh Abidzar Algifari dan Sita Marino di tugu pahlawan sudah hampir selesai. Meski sempat diguyur hujan, namun sang sutradara Fajar Nugros dan kru menyelesaikannya dengan maksimal. Lalu, kami kapan syutingnya?

Di tengah kebingungan sekaligus kepasrahan kami, salah satu kru bagian casting berkaos kuning dengan rambut tersisir rapi ke kiri, Mas Adoel namanya, ia menyampaikan kalau kami akan syuting di sesi akhir sekaligus penutupan di Kraton Kaibon, Banten Lama. Seketika saya merasa ada yang bergetar di dada, pernapasan menjadi lega.

Langit tanah kesultanan sore itu mendung, Kraton Kaibon pun mulai ramai oleh kru, mobil-mobil memadati jalan di sekitar Kraton. Ibu-ibu pedagang di warung-warung terlihat menjerit histeris saat melihat langsung para artis turun dari mobil. Begitu pula saat Wakil Gubernur Banten H. Andhika Hazrumy tiba di lokasi. Kala itu saya memakai celana bahan hitam, sepatu pantopel, dan kemeja cokelat yang dimasukkan ke celana sehingga tampak cupu. Saya bersama empat belas pemain ekstras lainnya dari Cilegon dan Serang, berperan sebagai muda-mudi yang sedang menonton pertunjukkan pembacaan puisi Jese Namanya oleh Toto ST Radik.

Moment pembacaan puisi itu terasa sangat sakral karena dibacakan di Kawasan Kraton Kaibon, romantis karena menjadi lanscape adegan Roy dan Ani berpegangan tangan dan saling menatap mata, serta indah lantaran suasana yang terbangun sangat menyentuh perasaan. Scene terakhir itu ditutup dengan tepuk tangan dan teriakan seluruh kru.

Kami para ekstras yang berada di lapangan melihat semua kru berkumpul di atas bangunan ruangan kraton. Kami diminta Kembali ke tempat semula di tenda istirahat, namun Mas Gong dari atas melambaikan tangan, berteriak agar kami juga ikut merasakan kemeriahan suka cita para kru saat itu. Aku menaiki tangga diikuti yang lainnya, saat itulah pertama kalinya aku bisa sedekat dan merasakan sebahagia itu bertemu para artis di film ini.

Abidzar Algifari, Febby Rastanty, Sutradara Fajar Nugros dan Produser Susanti Dewi, hadir juga CEO IDN Picture Winston Utomo, dan semuanya, menumpahkan kebahagiaan atas selesainya 40 hari proses syuting mulai dari Lebak, Lampung, hingga Serang.

“Aku enggak bisa ngomong apa-apa lagi, kalian semua yang ada di sini adalah orang tua aku, terima kasih atas semuanya, semoga film ini sukses,” ungkap Abidzar.