Oleh Fathurrochman Karyadi
Beberapa hari lalu saya naik kereta Mass Rapid Transit Jakarta (MRT) rute Bekasi-Jakarta. Suasana stasiun dan di dalam kereta terasa aman dan nyaman. Pikiran saya hanya satu, betapa menyenangkan rasanya jika bisa membawa buku untuk dibaca sambil menunggu kereta tiba, menikmati lembaran-lembaran kertas di tengah perjalanan.
Selama perjalanan saya memang tidak melihat orang membawa buku. Hanya ada satu seorang gadis berkacamata tebal yang menenteng buku lalu duduk di kereta serius membaca. Tapi saya lihat raut wajah si kutu buku itu tidak nyaman, seakan merasa asing dan aneh.
Hal ini mengingatkan saya pada banyak berita yang menyebutkan bahwa Indonesia sering dikategorikan sebagai negara dengan minat baca yang rendah. Bahkan, beberapa hasil riset menunjukkan bahwa tingkat literasi Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Soal negara mana yang terbaik dan kita urutan berapa, tidak perlu dibahas di sini. Alhasil, kondisi ini memunculkan pertanyaan: Apa yang sebenarnya menyebabkan minat baca di Indonesia begitu rendah?
Di Indonesia, buku sering kali dianggap sebagai barang “mewah”. Harga buku yang tinggi menjadi salah satu hambatan utama bagi masyarakat untuk membaca, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Buku berkualitas yang mengedukasi dan memperluas wawasan sering kali dijual dengan harga yang tidak terjangkau oleh banyak kalangan.
Sementara negara-negara lain memiliki kebijakan subsidi atau insentif untuk mengurangi harga buku, di Indonesia, pembaca masih harus mengeluarkan biaya yang cukup besar hanya untuk satu buku. Kondisi ini akhirnya membuat buku kalah bersaing dengan hiburan lain yang lebih mudah diakses dan murah.
Buku-buku berkualitas yang menawarkan konten mendalam dan berwawasan kerap kalah saing dengan buku-buku populer yang fokus pada hiburan. Di negeri kita, pasar buku cenderung didominasi oleh konten-konten yang lebih ringan, karena itulah yang laris. Hal ini sebenarnya tidak sepenuhnya salah, tetapi menjadi masalah ketika buku-buku yang memperkaya wawasan dan literasi masyarakat sulit ditemukan atau kurang diminati. Minat baca perlu dibangun dengan memperkenalkan buku-buku yang memberikan makna dan inspirasi bagi pembacanya.
Tingginya pajak untuk royalti penulis dan biaya penerbitan juga menjadi penghalang bagi berkembangnya literatur di Indonesia. Penulis-penulis berbakat sering kali merasa bahwa menulis bukanlah profesi yang cukup menjanjikan secara finansial, sehingga banyak yang memilih profesi lain.
Ini menyebabkan kurangnya buku bermutu di pasaran, dan kesempatan untuk mengembangkan minat baca masyarakat semakin sempit. Sebuah ekosistem literasi yang baik membutuhkan dukungan yang cukup bagi para penulis dan penerbit untuk berkreasi, tetapi sayangnya, Indonesia masih menghadapi kendala besar di aspek ini.
Soal penulis di Indonesia, faktanya ialah mereka jarang mendapat penghargaan atau dukungan memadai dari masyarakat. Mereka sering kali berjuang sendiri tanpa dukungan finansial atau eksposur yang layak. Padahal, penghargaan dan pengakuan publik bagi penulis bisa menjadi motivasi besar bagi mereka untuk terus berkarya.
Di negara-negara dengan tingkat literasi tinggi, penulis seringkali mendapatkan ruang dan penghargaan khusus, baik di media maupun di berbagai acara literasi. Namun di Indonesia, panggung bagi para penulis masih sangat terbatas. Apakah ada acara televisi yang menggelar talkshow rutin bersama penulis buku? Bukan berarti penulis minta disanjung tinggi, namun lebih kepada pola pikir bahwa penulis juga sama hebatnya seperti aktor bintang film, tokoh politik, atau selebgram yang berglowing.
Ekosistem literasi yang mendukung sangat penting untuk menumbuhkan minat baca. Perpustakaan umum masih terbatas, terutama di daerah pedesaan. Bahkan di kota-kota besar, akses dan fasilitas perpustakaan sering kali kurang optimal. Selain itu, akses internet yang tidak merata di beberapa daerah juga membatasi kesempatan masyarakat untuk mengakses literasi digital. Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak memiliki sarana atau fasilitas yang cukup untuk menumbuhkan kebiasaan membaca.
Solusi Mendongkrak Minat Baca
Di antara solusi yang bisa diusulkan dalam rangka mendongkrak “minat baca” warga republik ini ialah pertama, subsidi atau insentif harga buku. Sudah selayaknya pemerintah dapat membantu dengan menurunkan pajak buku atau memberikan subsidi untuk bahan baku penerbitan agar harga buku menjadi lebih terjangkau. Ini dapat mendorong masyarakat untuk lebih sering membeli buku.
Kedua, memberikan dukungan untuk penulis dan penerbit dengan bentuk menurunkan pajak royalti bagi penulis, menyediakan hibah bagi penerbit yang fokus pada buku edukatif, dan menggalakkan penghargaan bagi karya sastra berkualitas bisa meningkatkan produksi buku berkualitas di Indonesia. Dukungan ini juga bisa menjadi insentif bagi penulis dan penerbit untuk tetap berkarya.
Ketiga, penyediaan buku gratis atau perpustakaan keliling. Untuk daerah-daerah terpencil, pemerintah bisa mengembangkan perpustakaan keliling yang membawa buku-buku ke masyarakat. Gerakan ini juga bisa didukung oleh komunitas dan organisasi sosial yang mendukung literasi.
Keempat, program literasi di sekolah, madrasah, pesantren, tempat kursus, komunitas, dan kampus. Lembaga pendidikan bisa mengadakan program literasi yang menarik, seperti jam membaca, lomba literasi, atau klub buku. Dengan cara ini, kader muda negeri ini sejak dini bisa memiliki kebiasaan membaca yang akan berdampak hingga dewasa.
Kelima, pengembangan konten digital. Di era digital, mengembangkan konten digital seperti e-book, artikel edukatif, dan buku audio dapat membantu meningkatkan akses literasi bagi masyarakat, terutama di daerah yang sulit mendapat akses ke buku fisik.
Keenam, penguatan komunitas literasi. Komunitas literasi adalah agen perubahan yang efektif dalam mengembangkan minat baca masyarakat. Komunitas ini dapat menjalankan berbagai kegiatan literasi yang kreatif, menarik, dan inklusif.
Pada akhirnya kita pahami, untuk memajukan literasi di Indonesia merupakan upaya rumit yang membutuhkan kerjasama banyak pihak. Pemerintah, penerbit, penulis, sekolah, komunitas literasi, media, dan masyarakat perlu bahu-membahu untuk membangun ekosistem yang mendukung minat baca. Melalui kebijakan yang mendukung, akses yang lebih baik, dan dukungan untuk para pelaku industri literasi, minat baca di Indonesia bisa meningkat, membawa dampak positif bagi pembangunan pengetahuan dan peradaban bangsa.
Dengan upaya bersama, Indonesia dapat membangun budaya literasi yang kuat dan berkelanjutan. Dengan demikian, para kutu buku di ruang publik, seperti stasiun dan dalam kereta, tidak lagi merasa asing membawa benda istimewa bernama “buku.”
Jakarta, 29 Oktober 2024
Image by DALL-E 3