KURUNGBUKA.com – (14/04/2024) Pada mulanya adalah percaya. Orang yang hidup dengan puisi, orang yang percaya mengalami hidup bermakna dan terhindar dari sia-sia. Percaya yang dibentuk dengan banyak pengalaman dan kepakaan situasi zaman. Di pengertian tradisonal, percaya menunjuk kesungguhan, ketulusan, keberanian, kesadaran, dan kemauan.
Orang tidak akan goyah, ragu, sungkan, dan linglung. Percaya itu capaian dari babak-babak yang meminta jawaban dan sikap. Percaya puisi berarti percaya yang “menghidupkan” dan “mengekalkan” tapi bersyarat.
“Saya menghargai puisi lantaran yang penghargaan itu layak baginya, di zaman kita dan di segala zaman karena kebenarannya di hadapan kehidupan, dalam setiap arti yang dikandung….” Pengakuan Seamus Heaney. Kalimat yang cukup keramat bagi orang yang suka membaca dan menggubah puisi.
Ia menginginkan puisi melebihi tulisan yang tercetak di kertas atau dilafalkan. Ia mengerti bahwa penggubah puisi memiliki amanah-amanah langit dan bumi. Ia sadar peran pembaca yang menggerakkan puisi-puisi ke segala arah. Puisi melampaui penjelasan-penjelasan seni.
Seamus “menghargai”, bukan “percaya”. Kita justru mengetahui pengungkapannya itu percaya yang tegak. Selanjutnya, Seamus menyampaikan: “… saya menghargai puisi karena dirinya sendiri maupun bantuannya yang telah membuat mungkin hubungan yang cair dan menyegarkan antara pusat pikiran dan sekelilingnya.” Ia tampak bernafas dengan puisi setiap hari.
Ia melangkah dengan puisi, Matanya senantiasa melihat puisi. Ia yang “sepenuhnya” percaya puisi. Kita yang belum lama bertumbuh bersama puisi-puisi kadang tidak ingin mudah percaya. Namun, apa-apa yang diungkapkan Seamus itu istimewa.
(Tia Setiadi, 2015, Menggali Sumur dengan Ujung Jarum, Diva Press)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<