Cerita Gerbong
Meniti hari-hari panjang
Rel-rel itu selalu melengking
Tiap lepas dan masuki stasiun demi stasiun
Seucap sapa dan kabar tak mesti terurai
Sebab waktu dan jadwal telah begitu pekat ditubuhkan
Bergegas dan mencapai
Penggalan cerita tak siapa akan membelai
Gerbong demi Gerbong saling berkejar
Lengkapi keinginan dan harapan akan dicapai
Akan tanah tujuan menjanjikan
Akan kata dan doa telah dilepaskan
Ada yang duduk, berdiri dan berayun
Berpegangan andai getar dan angin mendebarkan
Ada yang sibuk, diam dan menghanyut
Memainkan kata dan bayang dalam pikiran
Semua begitu sendiri
Sampai pemberitahuan tiap stasiun
telah menghampiri
(Pondok Cina, Juni 2023)
***
Malam di Kota Tua
Pelabuhan itu menyinggahiku untuk seikat rindu
Senja berangkat malam
Bulan berlayar dengan sinar remang tanpa ragu
Mengingat Fatahillah menakluk dengan sebilah pedang dan bambu
Atau Jan Pieterzoon Coen tergiur duduki dengan meriam dan peluru
Sunda kelapa, Jayakarta, Batavia atau Jakarta
manakah kau akan lebih senang memanggilnya?
Di sinilah jejak tak pernah hapus
Aromanya masih tercium di tiap putaran napas mengitari blok demi blok
Gedung demi gedung memperlambang kemasyhuran tak ‘kan berujung
Kini semua terhadir oleh langkah datang dan pergi
Berkumpul menjadi titik-titik padat merapat
Di sela nyanyian para musisi jalanan
Di sela noni-noni Belanda yang bersepeda
Juga kharisma kepahlawan putra negeri yang kita bangga
Di kota tua orang-orang kembali berkumpul menyelami sebuah rasa
Juga menyembunyikan sesuatu yang disebut luka
(Kota Tua, 30623)
***
Aku dan Malioboro
Magnet yogya itu telah menyeretku untuk merapat lebih dalam
Pagi yang baru terkuak orang-orang telah menjemput mimpinya dalam sebuah peta dan
kunjungan
Semua telah menjadi rumah
Semua telah menjadi penghuninya
Di sepanjang deretan bangku trotoar yang begitu apik
Sepanjang bayangan pohon hijau dan embusan angin
Membuat garangnya hidup jadi teduh dan damai
Si mbok penjual jamu membuka cerita luka yang tak perlu ada
Gudeg mbok Lindu tawarkan racikan selera sebuah legenda
Para pedagang batik dan souvenir mengingatkan kita untuk senantiasa kembali dan hadir
Di sepanjang Malioboro ia telah melengkapi nama atas sebuah rindu
Yang mungkin atas sebuah takdir
Kita berpisah dan bertemu
(yogya, 27623)
***
Pagi Di Stasiun Yogya
Telah kucium bibirmu dalam pagi yang buta
Mungkin tak sempat bersuara sebab terlena atas embun perlahan jatuh di ujung sana
Rindu yang kujemput entah dari mana memulainya
Dari ujung malam
Atau pagi yang merangkak perlahan
Kehangatan selalu terasa
Saat atas nama dan cerita demi cerita kembali menggema
memateri dalam dada
Yogya oh yogya
Seperti begitu mengenalmu
Meski untuk pertama kita
Saling sapa
(yogya , 27623)
*) Image by istockphoto.com