Judul              : Duri dan Kutuk

Penulis          : Cicilia Oday

Penerbit        : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan         : Pertama, April 2024

Tebal              : 196 hlm

ISBN               : 9786020676005

Masa Penjajakan

Fase pubertas adalah masa eksplorasi diri bagi seorang remaja. Sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas menjadi salah satu hal yang menarik untuk diulik. Begitulah yang dilakukan Adam ketika jembutnya tumbuh untuk pertama kali. Bocah SMP itu di masa pubernya mulai penasaran dengan kegunaan penisnya selain untuk buang air kecil. Semua bermula ketika rumah angker di samping rumahnya dibeli oleh sepasang suami istri, Halimun dan Eva Wahani. Suaminya jarang terlihat lantaran merantau ke luar kota, sementara sehari-harinya, Eva ditinggal sendirian di rumah dan disibukkan mengurusi tanaman di pekarangan rumahnya. Di kemudian hari, pekerjaan rumah Eva akan dibantu oleh Doria, ART barunya.

Sebagaimana hidup bertetangga, Anwar dan Sara, kedua orang tua Adam siap menyambut kedatangan penghuni baru rumah peninggalan Meneer Johan itu. Satu minggu setelah mereka pindah, Sara berjumpa dengan Eva. Perempuan muda itu tak banyak bicara selain menyebutkan namanya lalu izin pulang lebih dahulu. Di hari-hari kemudian, mereka akan menemukan ada yang aneh dari tampilan Eva.

“Ia memiliki wajah terunik yang pernah kulihat: lonjong seperti telur ayam terbalik dengan dahi lebar dan tinggi, dan sepasang alis yang amat samar. Tulang hidungnya nyaris tenggelam di tengah wajah, seolah-olah ia pernah ditonjok sangat keras dan bentuknya tak pernah kembali ke bentuk semula mirip kulit berpenyakit kaki gajah. Cuping hidungnya kecil dan tipis seperti jamur hutan. Tulang pipinya hampir-hampir cekung, membuat wajahnya terlihat gepeng kalau dilihat dari samping. Bibirnya hanya berupa garis datar di atas dagu yang sempit. Lalu ada sesuatu tentang postur tubuhnya yang mendatangkan rasa ganjil. Karena begitu kurus, ia hampir-hampir terlihat ringkih.” (Halaman 12).

Masa Pendekatan

Setelah beberapa minggu tinggal di sana, Eva merasa kesepian. Dia akhirnya membuka Toko Firdauz, menjual berbagai bibit tanaman dan alat-alat berkebun. Dia merasa ahli di bidang tersebut. Selain itu, dia membuka kursus bahasa Inggris gratis untuk anak-anak yang tinggal di sekitar rumahnya. Perlahan dia mulai membuka diri dan disambut baik oleh warga meski sebagian lainnya menaruh curiga, termasuk Sara.

Suatu hari tanpa sengaja Adam melihat Eva berganti pakaian di kamarnya. Sejak lulus sekolah dasar dia meminta kamar sendiri. Oleh orang tuanya dia dibuatkan kamar di loteng yang jendelanya mengarah ke jendela kamar Eva. Dengan teropong binokuler miliknya, dia dapat diam-diam melihat Eva tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Adegan tersebut menjadi rutinitas favorit Adam sepulang bekerja, dia lalu akan membuka celananya dan mulai merancap.

Hari-hari berlalu sampai suatu ketika Adam merasa ada yang janggal dalam tubuhnya. Dia menutupi kebenaran itu hingga membuat Ibunya menuduh Eva telah melakukan hal buruk kepadanya, dari sinilah konflik perlahan memuncak hingga akhir cerita.

Cicilia Oday pandai sekali dalam merajut bab demi bab di novel keduanya ini. Perpindahan sudut pandang yang atraktif membuat pembaca dengan mudah memasuki isi pikiran tokoh-tokohnya. Novel ini mengingatkan saya dengan film Monster karya sutradara Jepang Hirokazu Kore-eda yang skenarionya ditulis Yuji Sakamoto. Peralihan sudut pandang memberikan penonton untuk menentukan keberpihakannya kepada tokoh. Setiap karakter dalam novel “Duri dan Kutuk” memiliki sisi “monster”-nya masing-masing. Cicilia Oday akan membuat kita memilih untuk percaya kepada siapa dan sialnya baru akan ketahuan setelah mencapai akhir cerita.

Akan banyak sekali kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi di rumah Eva dan orang-orang yang melintas di rumahnya. Adam termasuk yang mengalami keganjilan itu bersama teman-teman sekolahnya. Bahkan tanaman yang tumbuh di sana seolah hidup layaknya manusia. Cicilia Oday seperti hendak menyampaikan bahwa sebagai sesama manusia kita memiliki privasi, sekalipun itu tumbuhan di kebun pekaranganmu. Kita mesti menghormati batasan-batasan seseorang tanpa berusaha merangsek masuk dan menganggu ruang-ruang pribadinya─yang di zaman media sosial dan asal cekrek ini seseorang nyaris sukar mendapatkan privasinya.

Masa Patah Hati

Intensitas cerita yang dibangun sejak awal terjaga cukup baik hingga halaman terakhir. Cicilia Oday cukup cermat dan fokus dalam membangun dunia karangannya ini. Bahkan kita akan dibuat ragu apakah cerita dalam novel ini bukan hanya fiksi melainkan kisah nyata yang dapat kita temukan di sekitar kita.

Pembaca akan merasa seperti sedang menyusun puzzle cerita dan menyulamnya menjadi kain yang utuh. Akan sulit tampaknya bila tidak benar-benar menaruh fokus sejak halaman pertama. Walakin, waktu yang kita luangkan akan terasa tidak sia-sia sebab Cicilia Oday menawarkan kisah yang baru dalam khazanah kesusastraan Indonesia.

Cara dia menciptakan karakter dalam novelnya ini terkesan segar dan jarang ditemukan dalam novel kebanyakan. Sayangnya, novel ini terlalu tipis untuk ukuran cerita yang begitu kompleks. Banyak detail dan jalinan kisah yang seharusnya bisa diurai lebih panjang dan lebih dalam lagi alih-alih dinarasikan seringkas itu.

Novel “Duri dan Kutuk” rupanya tak melulu berpijak pada realitas yang kita lihat sehari-hari, nyatanya menuju perjalanan akhirnya, kita akan dibuat takjub dengan cara Cicilia Oday menyelesaikan ceritanya. Dia menawarkan alternatif ending yang meninggalkan perasaan terganggu. “Demikianlah seharusnya cerita ini ditutup. Sebab semua keganjilan akan lenyap di tengah-tengah rimbun daun.” (Halaman 191).