KURUNGBUKA.com – (05/05/2024) Menulis menjawab kebutuhan-kebutuhan hidup. Kisah penulis yang memulai dengan kemiskinan itu terlalu biasa. Yang miskin dan menulis, yang menghubah hidup dan dunia. Kita mendapatkan kenyataan yang terjadi di pelbagai negara. Penulis-penulis yang tergencet nasib. Kebutuhan-kebutuhan hidup yang susah dipenuhi.

Padahal, ia ingin terus menghasilkan cerita. Hidup dalam putaran yang mencampur keberanian dan kesialan. Namun, penulis-penulis sering mendapat mukjizat, yang berasal dari kegigihan dan penyangkalan putus asa.

Pada 1973, Sthepen King merampungkan buku cerita berjudul Carrie. Ia menantikan nasib di peberbit saat hidupnya makin goyah. Gaji sebagai pelajar sulit mencukupi kebutuhan hidup, yang berakibat mengalami beragam kekuarangan. Ia tetap saja menulis. Mukijzat memang untuknya. Naskah itu diterima oleh penerbit. Ia mendapat uang atau honor, yang dianggapnya (terlalu) besar. Ia bergembira, selamat dari kemiskinan yang menyiksa.

Di Amerika Serikat, ia tampil sebagai novelis baru. Rezeki cerita seperti ditulis James Robert Parish: “King tidak hanya mampu membayar tagihan yang menumpuk, tetapi juga membeli sebuah mobil, sebuah Ford Pinto biru, dan pindah dari trailer ke sebuah apartemen di daerah kelas pekerja di Bangor.”

Kejutan-kejutan terus diperoleh dengan buku ceritanya. Akhirnya, pendapatan makin bertambah. Ia memutuskan peran yang dimainkan: “Dengan bonus besar dan sekarang mampu menjadi penulis purnawaktu, Stephen King dengan enggan mengakhiri karier mengajarnya…” Kesehariannya untuk ketetapan sebagai penulis.

“Aku cukup menulis saja,” pengakuannya. Ia percaya bertugas di dunia sebagai pencerita tanpa secuil keraguan.

(James Robert Parish, Stephen King, 2006, Mizan Learning Center)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<