SUNGAI DALAM KEPALAKU
sebuah sungai dalam kepalaku
malam datang dan minta dipeluk
aku kehilangan warna, selain ingin
mencumbu gelapgelap
yang juga ketakutan jika aku menjauh
ke hulu; tempat para ibu menjual ikan
asap. terbayang ibu di ruang makan
dan berserak piring sendok…
aku memasuki tubuh sungai. satu tangan
hendak menarikku makin dalam. di dalam
kepalaku mengalir air jernih. ikanikan
menari di mataku. kaukah itu merayuku
untuk berenang?
seperti ikanikan
sebelum dimakamkan
Lampung 2020
*
DI SINI TIDAK ADA SALJU
di sini tidak ada salju
berjalanlah ia ke barat
dari mataku yang terpejam
dan ia paham kepada siapa
ditambatkan temali kapal
atau dia gugurkan sayapsayapnya
: kepada siapa ia mesti rebah
di sini memang tak ada salju,
ia melangkah ke arah barat
dari mataku yang kerap terpejam
dilupakan segala persinggahan,
pelangi yang menggoda, dan angin
selalu datang bersama dendang
: tapi ia mau salju dan perjalanan
di mana ia nanti melabuhkan
Lampung 2020
*
SAAT KOTA KUYUP
di punggung bukit itu
hujan tak juga reda
kota di sana kuyup
: aku masih bersamamu,
ingin menyimpan kisah
kelak aku baca lagi
bersama
— kita ringkih mengejanya
saat huruphurup itu rapuh
di dekat pembatas antara jurang
dan keabadian, kulihat kau amat
ragu. ingin berpeluk ketat atau
kembali ke kaki sang pemuja
yang diamdiam menginginkan
kita jatuh dalam basah. tubuh
bagai bulu burung yang kuncup
tak ada lagi mau mengecup
“apa nikmatnya berciuman
kalau tubuh ini tak kemarau?” tanyamu
aku makin ke bibir bukit. menyaksikan
kota basah, butiran mutiara
memercik mataku. di keningmu masih
tersisa kecupan
“tapi jangan ulangi lagi, sesaat aku
akan lelap. jauh dari pelukanmu,” pintamu
aku dirikan tenda
untuk yang mau jeda
29-30 Okt 2020
*
AKU MAKIN INGIN MENEPI
aku menepi!
gelombang orang begitu riuh
menusuk telingaku,
tubuhku lembut dijilati
tapi, aku ingin sunyi
kawanku laron yang berkunjung
sebelum sayapsayapnya putung
matanya menatapku senyap
dan aku makin ingin menepi!
berdiri di antara persimpangan
mana kupilih: hening atau riuh
Digger 29 Oktober 2020