LIRISME POP KOTA

: Hasan Aspahani & Dedi Tri Riyadi

Akhir pekan yang lamban.
Ia tahu itu, maka lekas tanpa
aba-aba diputarnya kaset bekas,
tepatnya kaset bajakan c-90

yang isinya mixtape beberapa lagu
city pop—lumayan buat teman mewek
sendirian sembari mengingat bualan
mantan di masa lampau, eks kekasih

sialan yang genap sudah 39 tahun
membuat hidupnya remang-remang
seperti lampu neon pinggir jalan.
Kala itu ia adalah gadis lugu lagi unyu

ia bisa menghabiskan sabtu malam
dengan berpura-pura bahagia, tetiba
mengubah mimik wajah jadi marah
—tiap kali ia berpikir ia adalah primadona

lantai dansa. Ia lelah untuk mengaku
kalau sebenarnya—ia hanya pemimpi,
pemimpi biasa, bukan pemimpi macam
Tomoko Aran, sebab ia tak memiliki keteguhan

hati atau ketagihan kokain dan psikotropika
lainnya. Tapi setidaknya ia layak dikatakan
sebagai penyintas ulung yang tak getas
dirampas bualan cinta masa depan. Cinta

yang ia tawarkan bisa kelihatan kadar
ketulusannya sebening suara lembut
yang kerap ditunjukkan kala malam,
kala bulan naik pelan-pelan ke atas langit

kemudian membanjur tubuhnya dengan
cemerlang pancaran yang lebih terang
dari lampu petromaks raksasa sekalipun,
hingga berbunyi lirik baru dengan musik lalu

39 tahun kemudian—sebenarnya dia
masih punya waktu, sebab tak ada waktu
yang habis begitu saja. Waktu cuma sembunyi
dari kekhawatiran yang dimunculkan diri sendiri.

Maka tiap kali ia berharap agar bisa memonopoli
cinta yang telah lalu, sebenarnya ia telah mengamini
mimpi-mimpi naifnya di waktu itu, saat kota yang
ia tinggali belum dikuasai janji palsu & gonggong asu.

2022

***

DI SUATU JALAN, DI BILANGAN BUARAN

Selepas zuhur, pandang mata mengabur.
Hujan jatuh, jauh di seberang gang

Sepasang laki-bini baku dekap, menangis haru
di sebuah halte tua, nyaris rubuh. Di dalamnya

Sejumlah grafiti gamblang terpampang
di tembok belakang—di antaranya tertulis

dua nama, satu lagu rindu—”harap sayang
tetap tenang
“, pantang pulang sebelum bilang

tiga patah kata penting yang niscaya, bisa bikin
hati ibu masing-masing, hebring. Garis biru ganda

tercetak di sebuah strip plastik,
sebegitu romantik.

2023

***

BLUES DI SEPANJANG JOGLO #1

Adalah mewah
yang dia dapat
seketika lewat

keluar gang Haji Naba
kemudian, belok kanan
(ingat masih ada) tiga

kilometer ke depan,
untuk disusur
di pinggir trotoar.

Klakson urban, laku udik
bunyi botbot somplak
milik wali anak didik.

Senyum di balik
helm dari wajah
berangasan—mutlak sedekah

di tengah tumpah ruah
bah Buitenzorg
via GoSend instan

Hujan ialah waktu
paling lumrah agar
mas lurah cek-ricek masalah
“.

2023

***

AKU PENGIN (VERSI BETAWI LO-FI)

Aku pengin ngeloneng
jauh, paranin dedemenan
sembari bawa kue pancong

di genggaman dan
derau pula gaung reffrain pada
telinga “bila tiada yang peduli”

dalam versi reharmonisasi.
Aku pengin girang-bahagia
seperti jari-jari bunga terbuka

ketika dengan mesem
mesra (kau) menyambut
sepenuh sungguh di depan langkan.

2023

*) Image by istockphoto.com