Langkah kaki saya terhenti kala memasuki halaman Museum Kota Bandung, di Jalan Aceh, No. 47, Kota Bandung, Sabtu (3/8/2019). Ya, tepat di depan bangunan museum terdapat dua patung dada pejuang emansipasi wanita, yakni Raden Dewi Sartika (1884-1947) dan Emma Poeradiredja (1902-1976), mengingatkan saya bahwa telah lama bangsa ini berjuang untuk membangun kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat.

Sementara di sudut lainnya, tertulis pesan dari presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”. Kentalnya nuansa sejarah dari museum yang diresmikan Wali Kota Bandung Oded M. Danial pada 31 Oktober 2018, tidak hanya saya rasakan dari suasana tersebut, namun juga dari eksterior bangunan museum yang berarsitektur khas kolonial Belanda dengan salah satu cirinya memiliki banyak jendela.

Benar saja berdasarkan data yang terdapat di dalam museum, saya menemukan fakta yang menjelaskan gedung ini bukan bangunan baru yang sengaja didesain seperti masa kolonial. Melainkan bangunan yang telah berdiri sebelum kemerdekaan yaitu sejak 1920, di mana saat itu gedung ini digunakan untuk Fraberischool (sekolah taman kanak-kanak) milik Loge Sint Jan dari kelompok Vrijmerselarij (Freemasonry) Bandung. Sementara setelah Indonesia merdeka sekitar tahun 1960-an, bangunan ini diambil alih pemerintah Indonesia.

Sebelum dijadikan museum, bangunan ini pernah digunakan untuk Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Bandung. Dalam perjalanannya bangunan yang termasuk Bangunan Cagar Budaya Kelas A di Kota Bandung ini, gaya arsitekturnya sempat mengalami perubahan, namun kini gedung ini telah direstorasi atau dikembalikan ke bentuk awalnya.

Berbeda dengan museum pada umumnya, yang memamerkan benda-benda bersejarah.  Memasuki museum, saya menemukan ruangan yang kosong tetapi pada dinding dan bagian langit-langit museum terdapat catatan dan gambar dari sejarah Kota Bandung. Di mulai dari kawasan kota ini masih berada dalam kekuasaan Kerajaan Mataram Islam pada saat dipimpin Sultan Agung, penjajahan Belanda, pembentukan wilayah ini menjadi Kota Bandung, perjuangan para tokoh yang memperjuangan maupun mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di Kota Bandung, nama-nama tokoh yang pernah dan masih menjabat sebagai Wali Kota Bandung, dan daftar pembangunan fisik sejak berdirinya Kota Bandung.

Untuk menikmati museum yang buka pada Selasa hingga Minggu, pukul 10.00-17.00 WIB pengunjung tidak dikenakan biaya tiket masuk. Cukup mengisi buku tamu yang berada di depan pintu masuk.

Bandung dalam Pusaran Waktu  

Setelah mengenal masa lalu kota kembang di Museum Kota Bandung, saya menyeberang menuju Bandung Planning Gallery yang terletak di Jalan Aceh No. 36. Di sini saya disuguhi perjalanan pembangunan Kota Bandung mulai dari masa lalu, kini, hingga masa depan dengan teknologi modern.       

Memasuki objek wisata yang luasnya mencapai sekitar 1.600 meter persegi, saya disambut dengan prototipe cable car sebagai salah satu alat transportasi yang akan digunakan di Paris van Java ini. Sebelum melanjutkan petualangan, saya mengisi data diri secara online di bagian resepsionis sebagai tiket masuk yang gratis.  

Penjelajahan dimulai di area Bandung masa lalu, berupa lorong yang pada dindingnya terdapat tulisan singkat dan video interaktif pada layar monitor. Di sini menayangkan dan menceritakan cikal bakal kawasan Bandung yang pada ribuan tahun lampau, berupa dasar danau purba yang telah mengering, kemudian tumbuh pesat menjadi kota. Selain itu, ada pula mural dan foto-foto suasana Bandung tempo dulu seperti Gedung Sate, Gedung Merdeka, kawasan Jalan Braga, Jalan Asia-Afrika, dan lain-lain.

Dari objek wisata yang buka dari Senin sampai dengan Sabtu, pukul 09.00-16.00 WIB ini, saya bisa mengetahui kondisi awal pendirian Kota Bandung, yaitu di sekitar Jalan Asia-Afrika yang kini sudah sangat berkembang menjadi kota yang ramai meskipun hanya dalam bentuk maket.

Selanjutnya di bagian Bandung masa kini, masih menggunakan mural dan video interaktif pada layar monitor, saya mendapatkan pengetahuan terkait hasil pembangunan yang sekarang dapat dinikmati seperti taman tematik, Bandung Tour on Bus (bandros), angkutan kota keliling bandung (angklung), Bike on The Street for Everybody Happy (Boseh), Jalan Layang Pasupati, dan lain-lain.

Ada pula maket Kota Bandung dan sekitarnya yang dilengkapi dengan video mapping dan landmark Kota Bandung seperti Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Overpass Pelangi Antapani, Gedung Sate, Gedung Merdeka, Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Monumen Bandung Lautan Api, Villa Isola, dan lain-lain.

Sementara di area Bandung kota pintar dan mobilitas urban, menghadirkan informasi berbagai aplikasi online yang dipakai jajaran pemerintahan Kota Bandung dan masyarakat, untuk meningkatkan kenyamanan dan kemudahan, baik dalam memperoleh informasi dan pelayanan publik, pendidikan, ekonomi, dan berbagai bidang lainnya. Seperti aplikasi sabilulungan yang digunakan untuk memonitor aliran bantuan sosial dan dana hibah, aplikasi e-RK (Remunerasi Kinerja Elektronik) guna memantau kinerja aparatur negara, aplikasi panic button yang dapat menjadi solusi bagi warga yang membutuhkan bantuan kepolisian saat darurat, dan berbagai aplikasi lainnya.

Untuk mengatasi kemacetan di kota ini, berbagai program dari pemerintah Kota Bandung di antaranya electronic road pricing (ERP) sistem jalan berbayar, cable car, dan light rail transit (LRT). Meskipun masih dalam perencanaan, di sini pengunjung bisa merasakan sensasi menaiki LRT yaitu di virtual reality (VR) dengan menggunakan benda mirip kacamata. Sayangnya, saya tidak sempat menikmati fasilitas ini karena sedang dicoba pengunjung yang lain.

Beralih ke area Bandung Teknopolis, saya mendapatkan informasi pembangunan kota dengan pendekatan smart industries yakni,industri yang berdasarkan pada scientific, Man-Made, research and technology, dan artistic. Tak lupa tempat ini dilengkapi dengan ruangan untuk menyampaikan harapan dan saran, guna kemajuan Kota Bandung yaitu kubah aspirasi. Di sini pengunjung bisa menuliskan pesan, di atas kertas berwarna-warni dan menempelkan di kubah aspirasi. Selain itu, bisa juga menyampaikan aspirasi secara online. (*)