Sore hari, Jaki dan teman-temannya sedang bermain di lapangan. Teman-temannya bermain sepak bola, sedangkan Jaki bermain layang-layang, karena Jaki sangat menyukai layang-layang.
Hari sudah mau gelap, teman-teman Jaki sudah berhenti bermain dan bergegas untuk pulang ke rumahnya masing-masing, sedangkan Jaki masih asyik bermain layangan kesayangannya itu.
“Jaki, ayo kita pulang! Sudah mau malam, nanti ibumu memarahimu jika kau pulang malam,” ajak Reno kepada Jaki.
“Kalian duluan saja, nanti saya pulang sendiri. Sebentar lagi kok,” jawab Jaki.
“Ya sudah kalau gitu kita pulang dulu ya! Ayo teman-teman!” ajak Reno kepada teman-temannya.
Reno dan teman-temannya pulang ke rumahnya dan meninggalkan Jaki seorang diri di lapangan.
Menjelang malam, angin semakin kencang dan membuat layang-layang terbang tinggi. Jaki semakin asyik bermain dengan Ben, layang-layangnya, dan masih tak berniat pulang meski matahari sudah digantikan oleh bulan.
Embusan angin membuat Jaki mengantuk. Jaki duduk dan mengulurkan benang layangannya agar terbang tinggi dan menancapkan gulungan benangnya di tanah.
Lalu Jaki tiduran memandang langit, bintang, bulan, serta Ben yang dipasangi lampu kelap-kelip. Hingga akhirnya Jaki tertidur.
Keesokan paginya, Jaki terbangun dan melihat banyak sekali layang-layang yang indah dengan berbagai warna dan bentuk.
Jaki melihat layang-layang merah yang besar dan cantik. Jaki pun tertarik untuk memainkan layang-layang itu.
Jaki berdiri, menghampiri layang-layang itu. Kemudian tiba-tiba ….
“Hai, Jaki!”
Layang-layang itu bicara dan menyapa Jaki. Jaki kaget dan mundur menjauhi layang-layang itu.
“Kau tak usah takut kepadaku. Aku tidak jahat kok,” ucap layang-layang itu.
Ben, layangan kesayangan Jaki, menghampiri Jaki dan berkata, “Jaki, kau tak ingin bermain denganku?”
Jaki semakin terkejut dan bingung karena semua layang-layang bisa berbicara.
“Kenapa kalian semua bisa bi-bi-bicara?” tanya Jaki kebingungan dan sedikit ketakutan.
“Kita memang bisa bicara, Jaki, jadi kau tak usah takut kepada kami,” ucap Layangan Merah.
Jaki berusaha menghilangkan rasa ketakutan itu dan berani untuk mendekati dan memegang Layangan Merah.
“Tak apa-apa, Jaki. Aku tidak berbahaya. Mari kita main bersama,” ajak Layangan Merah.
“Jaki, kau tak ingin bermain denganku?” tanya Ben kepada Jaki.
Jaki tak menghiraukan Ben, lalu pergi meninggalkannya dan bermain dengan Layangan Merah.
Ben pun merasa sedih karena Jaki sudah tak ingin bermain dengannya lagi. Lalu Ben pergi meniggalkan Jaki yang asyik bermain dengan Layangan Merah.
Jaki sangat senang bermain dengan Layangan Merah itu. Jaki tertawa, berlari-lari, hingga ada Layangan Hijau yang besar menghampirinya.
“Boleh kan aku ikut bergabung bermain dengan kalian?” tanya Layangan Hijau itu.
Karena Jaki sangat suka dengan layang-layang, akhirnya Jaki bermain dengan dua layang-layang itu. Jaki sangat senang mempunyai dua layang-layang dengan warna yang berbeda.
Jaki pun bergantian bermain dengan layang-layang itu. Lalu datang lagi layangan yang sangat besar. Lebih besar dari kedua layangan itu.
“Hai, Jaki! Aku juga ingin bermain denganmu,” sapa layangan yang paling besar itu.
Jaki sangat senang dan bahagia karena mempunyai tiga layang-layang yang bagus dan besar. Jaki terus saja bermain dengan ketiga layang-layang itu.
Jaki tertawa dan tiduran di atas layangan besar itu dan dibawa terbang olehnya. Setelah puas, kemudian Jaki turun dan memainkan layangan seperti biasanya. Akibatnya, Jaki jadi lelah dan ingin beristirahat. Kemudia Jaki memutuskan berhenti bermain sebentar.
“Ayo, Jaki, kita bermain lagi!” ajak Layangan Merah.
“Bentar ah, aku capek, ingin beristirahat dulu sebentar,” ucap Jaki.
“Halah! Ayo dong, Jaki, kita bermain lagi. Angin sedang kencang.” Layangan Merah memaksa Jaki untuk berdiri.
“Ish, aku sedang istirahat, nggak usah ganggu aku! Kalian main saja bertiga.”
Jaki terbawa emosi karena istirahatnya diganggu. Akhirnya Jaki membentak dan mendorong Layangan Merah hingga terjatuh. Layangan Merah pun marah kepada Jaki.
Layangan Merah pergi meninggalkan Jaki dan menghampiri kedua layangan lainnya. Mereka tidak terima dengan perilaku Jaki. Ketiga layangan itu pun membuat rencana untuk mencelakai Jaki.
Si Layangan Besar melilitkan benangnya ke tubuh Jaki dan menerbangkannya tinggi-tinggi.
“Aahhh…! Apa yang kalian lakukan?” Jaki yang sedang asyik tidur terkejut.
“Mari kita bermain, Jaki! Kali ini kita akan melakukan permainan yang sangaaat seruuu!” ucap Layangan Besar.
Jaki tak bisa bergerak karena ikatannya sangat kuat. “Apa yang kalian lakukan? Turunkan aku, cepat!” teriaknya.
Jaki dibawa terbang sangat tinggi hingga ketakutan dan menangis.
“Tolong! Tolong! Tolong aku!” teriak Jaki.
Jaki yang melihat Layangan Merah menghampirinya meminta tolong kepada Layangan Merah.
“Layangan Merah, tolong aku! Tolong turunkan aku dari sini, tolong!”
“Kamu ingin dilepaskan? Ingin diturunkan?” Layangan Merah tersenyum sinis.
“Iya, tolong aku. Tolong turunkan aku! Aku mohon!” Jaki menangis.
“Baiklah, aku akan melepaskan kamu.” Lalu Layangan Merah memutuskan tali yang menerbangkan Jaki, hingga Jaki terjatuh dari atas.
“Aaaaaaaaa…! Tolooong…!” teriak Jaki.
Ben yang mendengar suara minta tolong segera mencari asal suara itu, lalu Ben melihat Jaki terjatuh.
Sebelum Jaki jatuh ke tanah, Ben cepat-cepat menghampiri Jaki dan segera menangkapnya, menolongnya, menurunkannya pelan-pelan.
“Ben, terima kasih kamu telah menyelamatkan aku,” ucap Jaki, sangat senang.
Setelah turun, Ben tersenyum kepada Jaki lalu pergi mninggalkannya tanpa mengatakan apa pun.
“Ben, kau mau ke mana? Tunggu aku!” teriak Jaki sambil mengejar Ben. Namun, Ben terus terbang. Jaki tidak sadar kalau di depannya ada jurang yang sangat dalam.
“Aaaaaa…! Toloong…!” Jaki pun terjatuh ke jurang.
BUGH!
“Aduh!” Jaki terjatuh ke lantai.
Mama Jaki yang mendengar suaranya segera menghampiri kamar Jaki.
“Ya ampun, kenapa kamu bisa jatuh?” Mama Jaki membantunya berdiri dan duduk di kasur.
Jaki terheran dan bertanya kepada mamanya, “Mah, kenapa aku bisa ada di kamar? Bukannya aku—”
Sebelum selesai bicara, Mama Jaki memotong ucapan Jaki. “Kamu ya, sudah Mama bilang jangan pulang malem-malem. Buat Mama khawatir saja. Untung kamu tidak dimakan ular. Ngapain kamu tidur di lapangan? Kamu kan punya rumah, kenapa tidak pulang?” ucap Mama Jaki sambil menjewer telinga Jaki.
“Aduuh, aduh…, iya, Mah iya. Jaki minta maaf. Aduh, lepasin Mah, sakit!”
Mama Jaki semakin kencang menjewer telinga Jaki. “Biarin, biar tahu rasa! Bandel, nggak mau nurutin omongan orang tua,” ucap Mamanya sambil melepaskan jewerannya.
“Iya, Mah, iya maaf. Hehehe….” Jaki melihat Ben terpasang di tembok kamarnya. Jaki bersyukur Ben tidak benar-benar meninggalkannya. Kejadian tadi ternyata hanya mimpi buruk.[]