KURUNGBUKA.com – Masa kecil, masa permulaan membentuk pribadi. Anak perlahan menyadari kenyataan tapi ia berhak menginginkan hal-hal atau pengertian-pengertian yang tidak ada. Tempat lahir dan tinggal ikut menentukan pembentukan pribadi yang diinginkan atau “dipaksa”. Anak yang diceritakan Zhang Wei dalam novel berjudul Looking for the King of Fish (2021) berulang menerima kenyataan meski sempat berkhayal yang berbeda.
Ia mungkin salah tempat. Yang diceritakan dalam novel: “Gunung kami terlalu kering. Ayah dan ibu berkata bahwa di gunung ada siluman, namanya Monster Kemarau. Sejak dia memilih gunung ini sebagai tempat tinggalnya, di sini tidak pernah lagi turun hujan lebat. Anak yang mendamba hujan. Ia igin bergembira dengan air dari langit, bukan cuma air di sungai yang jarang melimpah.
Ia berada dalam keadaan alam yang mengharuskan penerimaan dan geliat impian. Anak yang belum perlu menyelidiki dalam sains. Ia (sementara) percaya dengan yang dimengerti orang-orang di gunung. Nasib mereka dipengaruhi makhluk menyeramkan yang berakibat kangen hujan selamanya. Maka, kehidupan mereka di gunung adalah kemiskinan, kebingungan, dan kepasrahan.
Anak itu mengingat pernah melihat hujan yang lebat tapi jarang sekali terjadi. Anak yang tergoda untuk membantah cerita orangtua. Namun, ia malah mendapat lanjutan penjelasan ayah yang makin imajinatif: “Kita harus menunggu Monster Kemarau meninggalkan sarangnya.
Dia hanya berpelesir selama musim panas untuk pergi mengunjungi kerabatnya. Saat itu, barulah turun hujan yang lumayan lebat. Namun, siluman ini luar biasa malas, biasanya dia tidak mau bergerak dari sarangnya.” Pembaca terjerat imajinasi.
*) Image by Gramedia.com
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<