KURUNGBUKA.com – (20/04/2024) Kita kadang membedakan pembaca yang baik dan buruk. Ada orang yang memilih membedakan pembaca yang rajin dan malas. Namun, ada pula yang menganggap perbedaan terpenting: pembaca yang bersih dan kotor. Yang keterlaluan jika membedakan pembaca yang suci dan jahat.
Kita tidak usah memikirkannya lama-lama. Keputusan orang menjadi pembaca biasanya dilandasi iman yang pasang-surut. Iman yang tidak tegak selamanya. Iman mudah berubah atau diperbaharui saat pembaca mengalami situasi-situasi yang sulit.
Jorge Luis Borges memiliki keimanan pembaca yang tidak tetap. Ia kadang dalam kesungguhan tapi menentukan yang diinginkan meski merasa ada yang terabaikan. Borges mengungkapkan: “Dalam perjalanan seumur hidup, yang terutama kucurahkan untuk buku-buku, aku hanya membaca beberapa novel…”
Kita bisa saja tidak percaya bahwa penulis besar itu hanya membaca sedikit novel. Selanjutnya: “Dalam sebagian besar kasus, hanya perasaan kewajibanlah yang memungkinkanku menemukan jalan hingga halaman terakhir…” Ia membaca tidak bersukacita. Pembaca yang terpaksa saat iman meleyot. Namun, ia berusaha terus membaca khatam.
Masalah yang berat dihadapi adalah membaca novel. Borges justru bergembira: “Pada saat yang sama, aku selalu menjadi pembaca dan pembaca ulang cerita pendek.” Ia terpikat cerita pendek, menekuninya sampai meraih “mukjizat” dan terhindar dari kebosanan.
Akhirnya, kita mengetahui Borges adalah penggubah cerita pendek yang sakti. Selera membacanya sering beralamat di cerita pendek, bukan novel. Akibat atau ganjaran yang diperolehnya adalah gairah menulis cerita pendek, yang mengantarnya menjadi pengarang dunia, bukan cuma milik Argentina.
(Jorge Luis Borges, 2019, Esai Autobiografis, Trubadur)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<