KURUNGBUKA.com – Pada benda-benda, bocah kadang menemukan keajaiban. Yang terlihat memang benda tapi ia bisa mengangankan sosok, kejadian, atau suasana yang menakjubkan. Maka, kekuatan imajinasi yang dimiliki bocah membuat benda-benda bukan sekadar di tatapan mata atau terpegang tangan. Pengalaman itu milik Minli, bocah yang diceritakan dalam Where the Mountain Meets the Moon (2010) gubahan Grace Lin.
Ia yang selalu mengikuti penasaran. Yang terjadi: “Minli menyaksikan dengan terpana ketika raja mengeluarkan kertas yang terlipat dalam kantong emas. Kertas itu menyala, lebih putih daripada tahu giok yang disantap Minli saat makan malam, meredupkan kemilau jalinan emas kantong penyimpannya.” Bocah yang mengembara memang telah bersiap dalam keajaiban-keajaiban. Yang terlihat adalah kertas. Yang dirasakanan adalah terpana.
Kertas yang membawa masa lalu. Orang-orang menyadarinya dongeng. Namun, Minli dalam pengalaman yang membenarkan dongeng: “Di bawah sinar bulan, halaman itu berpendar cemerlang. Sebaris kata-kata dalam bahasa yang tidak dikenali oleh Minli samar-samar menjelma, seolah-olah ditulis dengan bayangan.” Minli, bocah dari keluarga miskin yang terbatas dalam pendidikan dan kebahagiaan.
Di hadapan kertas dan kata-kata, ia beranjak ke pengalaman yang bersifat keaksaraan. Kata-kata untuk dibaca. Minli bukan pembaca. Kertas itu menentukan yang terjadi di kerajaan dan penamaan. Minli “terlibat” dalam pengisahan turun-temurun. Ia diajak dalam penyingkapan saat terpana belum selesai. Yang tambah mengejutkan: “Raja meletakkan kertas itu di tangan Minli yang gemetar.”
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<