“Dengan cepat ia keluar, tapi tiga puluh detik kemudian sudah kembali lagi dengan membawa sebuah buku tebal. Ia membuka buku itu tanpa memilih halaman, lalu meletakkannya di meja Matilda.”

(Roald Dahl, Matilda, 1991)

KURUNGBUKA.com – Guru yang penasaran, tergoda untuk membuat pembuktian-pembuktian. Pada mulanya, ia menduga anak-anak di kelas belum semuanya bisa mengeja. Ia tak sedang mengajar masalah bahasa tapi berhitung. Mengeja itu tiba-tiba jadi masalah. Pemicunya adalah Matilda yang dianggap pintar. Terbuktilah, anak-anak di kelas yang usianya rata-rata 5 tahun gagal membaca kalimat yang ditulis guru di papan.! Pembaca yang lancar cuma Matilda.

Matilda biasa memanjakan mata di hadapan buku-buku. Pada hari yang aneh, ia diminta hanya membaca satu kalimat di papan. Pekerjaan yang sangat mudah. Ia pun bisa membedakan kertas dan papan. Kertas yang banyak kata gampang dibacanya. Papan dengan satu kalimat itu sepele. Guru belum ingin makin meyakini penasarannya. Matilda tak harus bingung atau minder. Ia telah menjadi pembaca sebelum belajar di kelas.

Kita yang membaca cerita buatan Roald Dahl mungkin tertawa terpingkal. Guru yang salah tingkah itu seperti “dipermainkan” Matilda. Anak kecil diminta menghadapi buku tebal. Kemenangan pasti milik Matilda. Guru sempat menyampaikan bahwa buku berisi saja-sajak jenaka. Pilihan yang tidak salah.

Peristiwa membuka kebenaran: Matilda lancar membaca. Guru dan teman-teman tertawan. Mereka tertawa menikmati sajak yang lucu. Matilda menghibur semuanya. Ia hanya membaca sedikit di buku tebal, tak mungkin membacanya sampai selesai. Yang terpenting: tertawa. Guru dan buku, manusia dan benda yang membenarkan kehormatan Matilda, anak yang mengetahui berkah buku.

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<