KURUNGBUKA.com – (06/04/2024) Penulis cerita tak gampang berbahagia. Ia memang sudah berhasil menyelesaikan cerita. Bahagia yang diperoleh sedikit. Cerita ingin menemui para pembacanya. Penulis mencari dan menanti agar ceritanya tak “diam” atau terkubur. Yang dipikirkan adalah penerbit.

Pengesahan sebagai penulis kadang ditentukan penerbit, yang menjadikan buku-buku diketahui dan dibaca banyak orang. Pengesahan yang lazim bernalar “komersial” atau pemenuhan janji membesarkan gairah sastra. Penulis bernasib baik dan sial jika berurusan dengan penerbit.

Di buku susunan Carmel Bird diingatkan para penulis besar mengalami episode tersulit dalam menerbitkan buku. Ia menyebut Beatrix Potter dan James Joyce. Daftar nama sebenarnya masih panjang, sejak dulu sampai abad XXI. Keinginan cerita-cerita diterbitkan menjadi buku kadang mimpi terbesar dan membuat penulis terpuruk.

Yang dilakukan adalah keniscayaan meski memberi minder, malu, jengkel, marah, dan sedih. Pada akhirnya, naskah-naskah cerita mendapat penerbit. Keberuntungan terjadi mirip mukjizat. Kita menerima segala pengakuan itu geleng-geleng kepala. Di jagat penulisan cerita, mukjizat tetap datang saat penulis tabah dan yakin.

Carmel Bird menerangkan: “Sebenarnya, bagi saya, kisah seperti itu menggugah semangat, meskipun kisah itu juga menyiratkan bahwa ada harta karun yang belum diterbitkan yang tidak akan pernah dibaca.” Para penulis memiliki kemungkinan untuk menang bila gigih dan tercerahkan. Pada abad XXI, kisah-kisah dan tafsiran Carmel Bird dapat ralat.

Kini, yang menulis gampang menerbitkannya. Tata cara penerbitan dan percetakan sudah snagat berubah meski pengharapan atas mukjizat tak lagi semengejutkan masa lalu.

(Carmel Bird, 2001, Menulis dengan Emosi: Panduan Empatik Mengarang Fiksi, Kaifa)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<