KURUNGBUKA.com – (18/03/2024) Yang terjadi pada masa kecil itulah pendasaran dalam menentukan biografi. Kebiasaan atau keunikan termiliki bocah perlahan akan mengarah ke jalan panjang dan berliku. Berani dan tabah yang diperlukan agar awalan itu makin bermakna saat umur terus bertambah.
Pembenaran kadang mudah dilakukan tapi bahasa yang digunakan tidak memadai. “Hampir semua buku-buku ‘roman picisan’ terbitan Medan dan Bukittinggi di zaman sebelum Perang Dunia II saya lahap dengan rakus,” ingatan Muhammad Ali (1984) saat masih bocah berlatar masa pendudukan Jepang.
Namun, keunikan diri itu sulit dijelaskan saat ia menjadi dewasa. Hari-hari suka membaca cerita memang menjadikannya pengarang. Yang susah adalah mengandaikan kembali sebagai si bocah dan argumentasinya: “Entah, apa yang telah mendorong saya menjadi penggemar buku-buku.”
Masalah berbeda terjadi saat ia sudah mampu menulis banyak cerita. Kesadaran sastra dan pengalamannya memudahkan dalam memberi penjelasan kepada orang lain. Pada usianya yang dewasa, keputusan-keputusan besar dibuat dengan kenikmatan dan penderitaan. Episode masa kecil kadang yang mengesahkan keputusan.
Keterangan mengejutkan saat ia menghindar dari pekerjaan sebagai pedagang, memilih menjadi pengarang: “Tapi, tidak mustahil pula apabila pilihan itu didorong oleh sifat malas yang saya punyai, semacam keinginan untuk bermalas-malas sekaligus bisa menikmati hidup di dunia yang hanya sekali tanpa perlu memeras keringat dan meregang otot-otot.”
Kita yang menyimaknya penasaran dengan pemaknaan bekerja dan predikat sebagai pengarang. Muhammad Ali percaya tulisan itu kehidupan. “Malas” yang justru menggerakkan (makna) hidup.
(Pamusuk Eneste (editor), 2009, Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang 3, Gramedia Pustaka Utama)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<