Setiap jenis tulisan memiliki kesulitannya masing-masing, termasuk catatan perjalanan.
Catatan perjalanan bukanlah tulisan yang isinya sekadar merangkum keseluruhan aktivitas yang dilakukan si pejalan selama melakukan perjalanannya, dari berangkat hingga pulang. Bukan. Catatan perjalanan lebih dari itu. Ia mesti mampu membawa pembaca untuk ikut merasakan emosi sekaligus mengajaknya berpikir dan merenungkan apa-apa yang didengar, dilihat, dan dialami oleh penulisnya langsung.
Catatan perjalanan tak harus kaku. Ia bisa juga ditulis dengan gaya yang menyenangkan dan santai. Setiap penulis tentu memiliki gaya dan caranya masing-masing.
Agustinus Wibowo, travel writer yang menulis buku Titik Nol, Selimut Debu, dan Garis Batas, sempat membagikan beberapa tips menulis catatan perjalanannya saat berkunjung ke Komunitas Rumah Dunia pada beberapa waktu lalu. Apa yang disampaikannya saat itu masih relevan untuk diaplikasikan ke dalam catatan perjalanan yang akan kamu tulis saat ini. Berikut Kurung Buka rangkumkan menjadi lima poin untukmu.

Pertama, menurutnya, catatan perjalanan yang baik lahir dari perjalanan yang baik. Maksudnya, untuk membuat catatan perjalanan yang oke, yang enak dibaca, yang mampu menyetir emosi pembaca untuk ikut tenggelam dan merasakan suasana perjalanan yang kamu alami, kamu butuh kualitas perjalanan yang oke pula.
Bagaimana cara mendapatkan pengalaman perjalanan yang oke? Agustinus Wibowo menyebutkan bahwa salah satunya adalah dengan cara mencoba untuk lebih banyak berinteraksi dengan penduduk sekitar tempat yang kamu kunjungi.
Lakukan observasi yang mendalam. Gali segala informasi yang mungkin bisa kamu dapatkan dari tempat tersebut. Pelajari bahasanya, cari tahu tradisinya, adat istiadatnya, kebiasaan-kebiasaan unik, masalah atau kendala-kendala yang sering dihadapi oleh masyarakatnya, isu-isu politik, sosial dan budayanya, dan segala hal yang bersangkutan dengan tempat tersebut. Kalau perlu tinggallah lebih lama untuk bisa merasakan lebih dekat tempat yang kamu kunjungi.
Hindari kunjungan yang hanya sebatas melihat-lihat pemandangan selewat-selewat saja karena hal semacam itu malah akan membuat catatan perjalananmu terkesan dangkal dan membosankan.

Kedua, kebanyakan catatan perjalanan hanya menerangkan bagaimana indahnya tempat yang dikunjungi dan bagaimana cara untuk bisa sampai ke tempat tujuan. Agar catatan perjalanan yang kamu tulis memiliki daya tarik dan kelebihan lain yang bisa membuat pembaca tidak bosan ketika membaca catatan perjalananmu, cobalah untuk memasukkan unsur personal ke dalamnya. Deskripsikan apa yang kamu rasakan selama melakukan perjalanan.

Ketiga, minimalisir kata sifat dan gantilah dengan deskripsi yang bisa mewakili dan menjelaskan kata sifat tersebut. Misalnya, ketika kamu ingin menyebutkan cuaca siang itu dingin sekali, cobalah deskripsikan kata “dingin” tersebut agar pembaca dapat benar-benar merasakan dan membayangkan seberapa dinginnya cuaca siang itu. Misalnya diganti dengan kalimat: cuaca siang itu nyaris sama rasanya dengan ketika kamu menyentuhkan telapak tanganmu ke dalam permukaan freezer yang sudah penuh dengan bunga es selama berjam-jam.
Satu hal penting yang perlu diingat untuk poin ini adalah, meminimalisir bukan berarti sama sekali tidak menggunakan kata sifat karena ada beberapa kasus di mana kamu terkadang memang harus menggunakan kata sifat tanpa harus dideskripsikan.

Keempat, bersabarlah ketika menyelesaikan catatan perjalanan yang kamu tulis. Kalau perlu edit berulang kali hingga yakin kalau tulisanmu sudah baik.
Agustinus Wibowo melakukan pengeditan ulang naskah catatan perjalanannya dengan cara mengetik ulang dari bagian awal hingga akhir. Bahkan ia mengaku pernah sampai mengetik ulang naskah catatan perjalanannya hingga dua puluh kali. Menurutnya, dengan mengetik ulang naskah catatan perjalanannya, sering ia bisa mendapatkan diksi-diksi dan susunan kalimat yang justru lebih baik dan lebih cocok digunakan pada tulisan-tulisan yang sudah selesai ia ketik.

Kelima, bagi kamu yang berniat menyatukan kumpulan catatan perjalananmu menjadi sebuah buku, hindari terburu-buru menyatukan semuanya begitu saja ke dalam satu buku. Cobalah sedikit bersabar untuk menemukan benang merah yang bisa menyatukan fragmen-fragmen dari kisah perjalanan yang terpisah-pisah tersebut sehingga bisa menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan. Jadi, tak sekadar menjadikannya kumpulan catatan perjalanan.

Bagaimana? Semoga kelima tips menulis catatan perjalanan dari Agustinus Wibowo tadi bisa membantu ya! Setelah catatan perjalanan yang kamu tulis selesai, jangan ragu untuk mengirimkannya ke e-mail redaksi@kurungbuka.com. Siapa tahu lolos dari penilaian redaktur Kurung Buka dan dimuat.[] (el/red).