KURUNGBUKA.com – (17/07/2024) Para pembaca novel kadang sangat terkesan dengan tokoh dalam cerita: utama atau sampingan. Di situ, tokoh bernama atau tidak bernama dibuat oleh pengarangnya dengan penuh pertimbangan. Artinya, tokoh tidak mudah hanya menjadi “kepanjangan” dari pengarang.
Sejak mula, tokoh itu dipentingkan dalam keutuhan cerita, yang akhirnya tampil di hadapan pembaca menjadi perhatian yang besar. Tokoh fiksi tapi membuka ingatan dan referensi. Tokoh itu dibentuk dari sejarah, pengalaman, atau rujukan kesusastraan yang silam.
Umberto Eco, pengarang yang khas dalam pembuatan tokoh-tokoh. Para pembaca novel-novelnya sering “terikat” dengan tokoh-tokoh untuk mengerti kekuasaan, teologi, kesusastraan, dan lain-lain. Umberto Eco menerangkan: “Tokoh fiksi tentu saja merupakan objek semiotik.
Yang saya maksud dengan ini adalah sekumpulan properti yang dicatat dalam ensiklopedia suatu budaya dan disampaikan dengan ekspresi tertentu.” Umberto Eco membaca banyak buku, yang membawanya ke pengenalan tokoh-tokoh yang pernah ada dalam sejarah atau hidup dalam sastra klasik.
Maka, saat ia mencipta tokoh dalam novel-novelnya, beragam referensi dimainkan dan “dimisterikan”. Ia melanjutkan penjelasan tokoh-tokoh: “Jadi, kita menjadikan mereka tidak sebagai model untuk kehidupan kita sendiri, tetapi juga sebagai model untuk kehidupan orang lain. Kita dapat mengatakan bahwa seseorang yang kita kenal memiliki masalah seperti Oedipus, memiliki nafsu makan yang sangat besar adalah Gober, sama cemburu seperti Othello, keraguan seperti Hamlet.”
Tokoh-tokoh yang mengesankan dari beragam sumber. Pada saat Umberto Eco menulis novel-novel, kita pun terpesona tokoh-tokohnya.
(Umberto Eco, 2021, Pengakuan Seorang Novelis Muda, Diomedia)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<