KURUNGBUKA.com – (03/06/2024) Yang sering diributkan di Indonesia: sedikitnya tulisan berupa esai dan kritik yang mengiringi perkembangan sastra. Keluhan yang selalu muncul dan berulang. Selama puluhan tahun, orang-orang berharap mendapat esai-esai yang bermutu.

Namun, penantian itu kadang tidak menghasilkan tepuk tangan tapi makian. Esai-esai mengenai sastra masih ditulis dan dipublikasikan. Yang membaca masih murung, memastikan sastra di Indonesia tidak baik-baik saja. Mereka tidak mau pusing jika minat menulis esai di Indonesia itu rendah, jauh di bawah yang keranjingan menulis puisi, cerita pendek, atau novel.

Pada masa lalu, Aoh K Hadimadja ikut memikirkan nasib esai. Ia menulis: “Tetapi, dalam dunia kesusastraan esai itu berlainan sama sekali, jang antara sastrawan-sastrawan sendiri, pengertiannja masih kabur.” Ia mengikuti beragam pemikiran. Di Indonesia, banyak pendapat yang diamati sebelum meyakini jenis tulisan esai diterima dan bertumbuh di Indonesia.

Kita mendapat keterangan: “Maka, pertama-tama, esai itu kupasan jang subjektif, seolah-olah pertjakapan dengan diri-sendiri atau dengan orang-orang jang setingkat ilmu pengetahuannja, sehinggga karangan itu bersifat pembitjaraan dan bukan menerangkan melulu.”

Kita sering susah menyebut nama-nama yang suka dan mahir menulis esai di Indonesia. Susah yang mungkin akibat malas atau gagal menemukan sumber-sumber pustaka. Yang pernah dibayangkan Aoh K Hadimadja: “… umumnja pula dalam esai tidak banjak disebutkan sumber-sumber (referensi), melainkan setjara lantjar jang bersifat ilmu pengetahuan itu dibeberkan dengan bahasa sehari-hari, tidak kaku.” Yang sulit memang menentukan gaya dalam penulisan esai.

(Aoh K Hadimadja, 1972, Seni Mengarang, Pustaka Jaya)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<