Dongeng Matahari
Ia sisih dari ranjang malam
Mendedah kerai jendela
Berjalan ke halaman lautan
Matanya tertegun
Menatap sabana berubah bentangan kotak-kotak pekat
Tangannya meraba pasir
Menggenggam dan menghirup bau pesing
Ia hamparkan pandang
Gelombang permadani Poseidon
Mengilatkan tapak lebam
Kerang membiru
Ikan mengerut menggerutu
Angin patah membentur dinding beton
Berbalur bising mesin
Ricau pipit tersumbat
Sibuk mencari ranting yang hilang
Ia kembali tertegun
Waktu perlahan mengusirnya
***
Di Balik Kerlap Kota
Barisan griya congah
Berjubel kondominium
Mencibir kemolekan Sirius
Mencercah solek purnachandra
Peluh udara yang jatuh
Menemukan jalan buntu
Sekepal tanah kelimpungan
Menampung lenguh selokan
Sungai naik pitam
Disumpal limbah perindustrian
Pohon disulap jadi beton
Peluh udara yang jatuh
Menemukan jalan buntu
Mengaramkan tembok pematang
Angin mengabarkan kematian
***
Kebinalan Deforestasi
Raungan gergaji
Menutup telinga udara
Dingiso terperanjat
Terpental dari ranjang kematian
Angsana sekarat
Nyawanya tercekat di ujung rantai
Ia akan segera diamputasi
Pelangkin dibiarkan menggotongnya menuju tempat operasi
Seketika, langit membara
Kerengga kebingungan meraba jalan yang disesaki asap perih
Kutukan Nergal telah memusnahkan azimat di jantung rimba
Rumah fauna raib
Deforestasi membuka gerbang abrasi
Mengucilkan peradaban dari kearifan masa depan
***
Janji yang Terlantar
Sore itu, sehabis bah membidas tanah
langit masih suram
gadis itu mengedarkan pandang
memotret sampah dan pohon tumbang yang menyerak
Dari getir yang merambah dadanya
ia berpikir
Hutan yang rimbun
telah dikeruk jantungnya
tubuhnya ruai lengai
“Tunggulah, sampai kepalaku tumbuh pohon rindang yang bibitnya kudapat dari rantau universum,” janjinya.
1825 kali matahari kolang kaling
janji itu terlantarkan
barangkali tersimpan di bibit yang lupa ia semai dan ia kehilangan arah pulang
***
Epilog Pendamba
Pergumulan abu dan lava
Menubuhkan kerucut ancala
Derap manuver menerjal
Kabut dan gelak tawa
Jagat seperti penyihir yang hampa gelegar
Menyita renungan
Jeri melebur dalam candu
Segesit Citah berlari
Gempuran debu bahang
Gerombolan batu raksasa
Menggasak tungkai tanpa iba
Panas, perih merogol
Bahkan langit begitu sengit
Kematian menjalar di kepala
Keloyak kulit hingga napas yang luruh
Menjadi bukti bahwa damba adalah konsekuensi yang nyata.
*) Image by istockphoto.com