KURUNGBUKA.com – (27/05/2024) Menulis di sekolah dan rumah, ada bedanya. Kita memastikan perbedaan bukan hanya masalah tempat. Yang dimengerti tetap: sekolah itu tempat belajar murid-murid. Konon, mereka ingin mendapat ilmu yang banyak. Namun, ilmu-ilmu yang diperoleh sering membuat mereka tersiksa dan kehilangan banyak hal.

Sekolah terlalu menyita kehidupan mereka, dari hari ke hari. Pendidikan modern membuat mereka terlalu lama berada di sekolah, yang dijelaskan melalui jenjang-jenjang. Sekolah yang membuat mereka menanggung salah sekaligun membuat perubahan-perubahan dalam hidup.

Yang menulis kadang bermasalah dengan sekolah. Mary Leonhardt menyatakan: “Menulis merupakan kegiatan yang cukup menakutkan di kebanyakan sekolah.” Ia tidak salah saat menilai murid-murid ketakutan. Sumber ketakutan itu guru yang menjadikan menulis adalah tugas sesuai perintah-perintahnya.

Yang terjadi: “Anak-anak ditugasi mengarang dengan topik yang membosankan bagi mereka, lalu diminta menulis dan menulis ulang tugas itu sedemikiran seringnya sehingga semua kebanggan dan kesenangan dalam menulis pun menguap.” Dampak itu terlalu merugikan bagi biografi anak. Sekolah yang memberi kutukan.

Di Indonesia, kita mengalaminya: tugas mengarang yang membosankan. Kita pun menuduh guru-guru hanya memberikan tugas tapi mereka tidak mampu membaca semua tulisan murid. Anehnya, nilai tetap diberikan.

Mary Leonhardt menganjurkan agar orangtua mengajak anak-anak membiasakan membuat tulisan di rumah. Tempat dan suasananya berbeda. Bentuk perintah dan konsekuensinya pun berbeda. Di rumah, anak tidak menganggap kesanggupan membuat tulisan adalah pemenuhan tugas dan pemerolehan nilai (akademik). Di rumah, ada longgar dan lentur.

(Mary Leonhardt, 2001, 99 Cara Menjadikan Anak Anda Bergairah Menulis, Kaifa)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<