KURUNGBUKA.com – (14/01/2024) Yang disampaikan mengandung sangkalan atas pemahaman yang berlaku sudah lama: “Penulis bukanlah juru bicara orang banyak atau sebagai pengejawantahan kebajikan.” Kalimat disampaikan Gao Xingjian, pengarang yang meraih Nobel Sastra (2000). Ia tidak salah dalam membuat kalimat. Keinginan mendefinisikan penulis sebagai manusia biasa saja.
Yang membuat penulis dalam posisi sulit dan dilematis adalah penyematan kelebihan atau keistimewaan, yang berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Pada abad XX, penulis seharusnya manusia biasa. “Suaranya sungguh lemah meski suara individual ini memang lebih otentik,” ungkap Gao Xingjian. Yang disangkal diberi perbedaan, tidak hanya manusia biasa.
Di banyak tempat, penulis adalah manusia yang terhormat dengan segala kelebihan dan keistimewaan. Yang ditulis menjadi sumber bagi orang-orang belajar hidup, dari yang remeh sampai tersulit. Penulis tidak boleh manusia biasa saja. Ia memiliki tempat yang berbeda dalam pergaulan bersama. Yang diminta publik, penulis memberikan ajaran-ajaran.
Penulis yang berpengaruh, ikut menentukan nasib dan jalan untuk kehidupan yang bermakna. Penulis berarti pembuat dan pemberi makna, yang diterima para pembacanya atau pengikutnya dengan kebenaran. Gao Xingjian menghindarinya tapi terlalu sulit.
Ia mengalami pergantian abad. Nasib sastra abad XX diketahuinya, yang tidak ingin terus bernasib buruk. Gao Xingjian yang menulis cerita ingin situasi yang lain.
Pesan yang diedarkan: “Untuk melindungi eksistensinya sendiri dan tidak menjadi alat politik, sastra harus kembali mendengungkan suara individu karena sastra semata dihasilkan dari perasaan individu.” Penulis cerita tidak ingin dihinakan politik.
(Zen RS (editor), 2006. Pengakuan Para Sastrawan Dunia Pemenang Nobel, Pinus)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<