KURUNGBUKA.com – (15/01/2024) Yang menulis cerita, yang menggunakan bahasa. Pemahamannya tentang bahasa tidak sederhana. Kemampuan merancang cerita ditentukan dari kemahiran bahasa. Artinya, ia tidak sekadar lancar berbahasa tapi ada tuntutan-tuntutan yang menjadikan bahasa tidak selesai cuma “pemanfaatan”.
Penulis mengukur kekuatan bahasa, tak abai dampak-dampak yang bermunculan. Yang terpenting mula-mula cerita tapi bahasa menjadikan kelahiran atau penciptaan yang “utuh” atau “paripurna”. Pada bahasa, para penulis bersorak atau terkapar.
Gao Xingjian (2000) memperingatkan: “Bahasa itu ruwet, tajam, dan sukar untuk ditangkap meski dapat meresap, menembus persepsi manusia dan menghubungkan manusia, makhluk perasa, ke pemahaman dunianya sendiri.” Pengguna bahasa mengalami perjalanan panjang, pertarungan melelahkan, dan penerimaan “mukjizat”.
Bahasa yang berhasil dimiliki dan digerakkan membuat cerita terwujud dengan kepuasan. Namun, kepuasan itu sementara saat menyadari cerita tidak hanya untuk para pembaca yang terbatas. Cerita bukan persembahan dalam peta sempit dan negara tertutup.
Cerita yang ditulis Gao Xingjian ingin berada di peta dunia yang terbuka. Maka, ada kerja tambahan. Ia menerangkan: “Sastra melampaui batas-batas nasional––melalui penerjemahan, sastra melampaui bahasa dan selanjutnya melampaui adat-istiadat yang spesifik dan hubungan antarmanusia yang terbentuk karena kondisi geografis dan sejarah.”
Bahasa yang awalnya digunakan dalam membentuk cerita, dilanjukan bahasa-bahasa berbeda dalam agenda penerjemahan. Cerita yang akan bergerak jauh, yang tetap berpusat pada bahasa asal tapi menunjukkan bahasa-bahasa yang memastikan cerita menemukan jalan menuju pembaca di tempat-tempat yang berbeda.
(Zen RS (editor), 2006. Pengakuan Para Sastrawan Dunia Pemenang Nobel, Pinus)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<