KURUNGBUKA.com – (13/01/2024) Ia hidup di tempat yang kecil. Di lembaran peta dunia, Trinidad itu sulit ditemukan. Namun, di sana ada VS Naipaul. Ia yang bertumbuh dengan banyak ritual dan godaan bahasa Inggris bingung menghadapi kenyataan-kenyataan.

Di sekolah dasar, ia belajar dan mengetahui kegunaan buku-buku pelajaran. Yang menjeratnya adalah buku cerita. Ia menginginkan dongeng, bukan hanya rumus dan penjelasan akademik. Dongeng-dongeng asing mulai digemari sebelum semuanya berubah.

Naipaul (2001) menyatakan: “Ketika saya menjadi penulis, wilayah gelap di sekitar saya sewaktu kecil menjadi tema saya: daratan, penduduk asli, Dunia Baru, penjajah, sejarah, India, dunia Islam, sebab saya merasa dekat dengannya.” Keluarganya berasal dari India.

Di Trinidad, uang bertemu dan bergaul dengan orang-orang yang asal-asalnya berbeda. Dunia yang mereka bentuk bersama mengandung keunikan, kejanggalan, dan kegetiran. Naipaul bertumbuh dalam gelap dan terang untuk mengetahui identitasnya di Trinidad, sebelum pergi ke Eropa.

Yang menyulitkan saat ingin menjadi penulis: “… betapa rumitnya saya sebagai penulis.” Ia menjelaskan pengaruh teks-teks sastra yang dibacanya dan pilihan gaya sastra. Ia bisa bingung dan keliru. Pada saat belajar dan bekerja di Inggris, ia mampu membuat tulisan-tulisan yang bermutu. Penulisan yang kadang amburadul.

Namun, ia tetap saja menulis cerita dan esai. Pada suatu hari, ia diganjar Nobel Sastra. Dampak kemonceran memerlukan penjelasan: “Saya adalah hasil penjumlahan buku-buku saya.” Kita mempercayainya dengan menilik masa kecilnya dan “kemenangan” sebagai penulis saat berada di Inggris.

(Zen RS (editor), 2006. Pengakuan Para Sastrawan Dunia Pemenang Nobel, Pinus)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<