KURUNGBUKA.com – (17/04/2024) Jorge Luis Borges telanjur hidup bersama buku-buku. Ia tidak bisa ingkar atau meninggalkan buku. Yang membuatnya hidup adalah buku. Ia menjadikannya pusat atau kiblat. “Aku selalu menghubung-hubungkan pelbagai hal yang kutemui dengan buku-buku,” pengakuan Borges. Ia mengatakan yang sebenarnya.
Di rumah, ia memang bersama buku-buku yang diusahakan bapak dan keluargannya. Hidupnya ditentukan buku. Jadi, keinginan mengetahui segala hal dan pengalaman yang dimiliki selalu membawanya ke buku-buku. Semua yang ada bacaannya, yang membuatnya berpikir dan berimajinasi.
Ia bersama keluarga pergi ke pelbagai negara. Borges menikmatinya dengan buku-buku beragam bahasa. Di Jenewa (Swiss), ia merasa berjodoh buku. Borges menjelaskan: “… selagi berada di Swiss, aku mulai membaca Sconpenhauer. Sekarang, kalau harus memilih satu orang filsuf, aku akan memilihnya.
Jika teka-teki alam semesta dapat diungkapkan dengan kata-kata, kukira kata-kata itu akan ada di dalam tulisan-tulisannya.” Yang dibacanya tidak hanya buku-buku sastra meski nanti yang (paling) berbepengaruh adalah buku-buku sastra dari banyak negara.
Pada saat bertumbuh dewasa, ia sangat tertarik puisi-puisi gubahan Walt Whitman. Yang terjadi: “Selama beberapa waktu, aku membayangkan Whitman tidak hanya sebagai penyair melainkan satu-satunya penyair. Kenyataannya, aku berpikir bahwa semua penyair di seluruh dunia semata-mata mengiblat kepada Whitman hingga tahun 1815, dan tidak menirunya adalah bukti dari ketidaktahuan.”
Ia mudah berlebihan dalam memberi pujian untuk buku-buku yang disukai. Borges tidak sungkan membesarkan nama-nama yang ikut menuntun dan menggairahkannya dalam babak-babak menjadi penulis.
(Jorge Luis Borges, 2019, Esai Autobiografis, Trubadur)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<