KURUNGBUKA.com – (16/04/2024) Jorge Luis Borges hidup dengan godaan bahasa-bahasa. Ia hidup di Argentina tapi bersama keluarga biasa bepergian ke pelbagai negara. Kepergian tidak hanya raga. Di keluarga, ia mengetahui sosok-sosok yang menguasai beragam bahasa. Pilihan bahasa dalam berpikir, bercakap, membaca, dan menulis menentukan identitas Borger.
Ia pun memahami kiblat sastra melalui pilihan bahasa. Ia dalam keberungan dalam bahasa-bahasa ketimbang “kebingungan”. Yang membuat mengerti dan menguasai sastra dunia adalah bahasa-bahasa.
Pendapat-pendapat disampaikan Borges sebagai pembaca dan penulis. “Aku masih mengangga bahasa Jerman sebagai suatu bahasa yang indah – boleh jadi lebih indah dari kesusastraan yang dihasilkannya,” penilaian Borges. Pendapat yang tidak sembrono: “Bahasa Prancis, agak paradoksal, memiliki kesusastraan yang bagus terlepas dari kegandungannya terhadap aliran dan gerapan, tetapi bahasa sendiri, menurutku agak buruk.”
Ia berhak memberi pendapat-pendapat setelah berpengalaman membaca buku-buku beragam bahasa, selain pengaruh dari keluarga dan sekolah.
Pada akhirnya, ia adalah penulis. Pendapat harus diberikan dalam penentuan bahasa. Borges menyatakan: “Sebagai seorang penulis Argentina, aku harus menguasai bahasa Spanyol dan hanya dengan begitu maka aku akan mengetahui kelemahannya.”
Ia memerlukan rujukan dalam masalah bahasa dan sastra. Yang diungkapkan: “Aku ingat Goethe pernah menulis bahwa ia harus berurusan dengan bahasa paling buruk di dunia – bahasa Jerman. Kukira kebanyakan penulis berpikir sepanjang batasan-batasan tersebut mengenai bahasa yang dengannya mereka harus berupaya sekuat teaga.” Borges membuat orang-orang wajib paham pilihan bahasa dan pemuliaan sastra.
(Jorge Luis Borges, 2019, Esai Autobiografis, Trubadur)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<