Di awal-awal kami pacaran, ketika Dias sedang cemburu padaku, rasa-rasanya ada sebuah kesenangan yang menyelinap dalam hati. Menurutku hal itu bisa menjadi bukti bahwa Dias benar-benar mencintaiku. Namun semakin ke sini, aku rasa kecemburuan Dias mulai di luar batas hingga sering membuatku jengkel. Terlebih saat aku sudah berusaha menjelaskan apa yang dicemburui tidak berhasil membuatnya kembali baik-baik saja. Jika sudah begitu rasa cemburu di awal yang menjadi masalah seperti tidak dibahas lagi, lantas akan berujung pada pertengkaran tanpa ujung. Celakanya kejadian seperti itu berulang kali terjadi. Jika sedang mengalaminya, aku merasa sedang melakukan hal yang sia-sia.

Seperti kali ini, aku sudah berada di kereta, melakukan perjalanan kembali ke kota asalku usai bertemu Dias di kota tempat tinggalnya. Kedatanganku tadi untuk menjelaskan kepadanya bahwa apa yang dia cemburui adalah sesuatu yang tidak perlu dirisaukan, justru Dias tidak terima. Dia tetap meyakini dirinya benar dengan rasa cemburunya itu. Waktu kepulanganku lebih lambat dari waktu yang kutetapkan sebelumnya. Aku harus merayu Dias dulu agar dia tidak marah-marah lagi dan mau memaafkan aku seperti biasanya. Pada akhirnya akulah yang harus mengalah jika ingin pertengkaran cepat selesai.

Lamunanku terhenti ketika sepasang muda-mudi masuk gerbong di saat kereta berhenti di sebuah stasiun. Wajah keduanya terlihat sedang kacau, mungkin keduanya sedang menahan amarah. Mereka duduk di bangku yang berada persis di depanku. Yang perempuan duduk di salah satu ujung bangku, sementara yang lelaki di ujung lainnya. Di tengah perjalanan kereta, meski terlihat sedang marah tapi sesekali keduanya berusaha mencuri pandang, Dan di sebuah kesempatan terjadilah adegan di mana mereka bersamaan saling melihat tapi buru-buru keduanya berusaha mengalihkan pandangannya. Aku tersenyum melihat adegan itu.

Di perhentian berikutnya, masuklah seorang ibu-ibu bersama putrinya yang kira-kira berusia delapan tahun. Si anak duduk di tengah perempuan dan lelaki tersebut, sementara ibunya berdiri karena memang sudah tidak ada lagi bangku yang kosong. Mengetahui keadaan tersebut si lelaki memberikan tempat duduknya untuk ibu tersebut. Selama lelaki itu berdiri, pandang matanya tidak lepas dari si perempuan. Namun, mungkin karena si perempuan tahu sedang diperhatikan, dia sengaja bergeming, bahkan sengaja untuk tidak menoleh ke arah si lelaki. Meski mendapati kenyataan begitu, tapi tidak membuat si lelaki menyerah, tetap melihat ke arah si perempuan.

Kereta terus berjalan dan berhenti di setiap stasiun yang dilewati, lambat laun gerbong penuh dengan penumpang yang berdiri. Di tengah sesaknya penumpang tiba-tiba ada kejadian yang membuat seisi gerbong ribut. Gadis kecil tiba-tiba menjerit karena kaget kakinya menyentuh seekor kadal kecil. Refleks gadis kecil menggerakkan kakinya menyebabkan kadal itu terlempar dan mendarat di kepala si perempuan yang kemudian menjerit lalu berusaha menghalaunya.

Pada saat itulah, si lelaki berusaha mendekati si perempuan dengan bersusah payah berjalan di antara kerumunan orang. Begitu sampai di dekatnya, dia berbicara kepada orang yang kebetulan sedang berdiri di depan perempuan itu. “Maaf, izinkan saya di sini. Istri saya sedang ketakutan.”

Usai mengatakan begitu, si lelaki kemudian jongkok di hadapan perempuan itu, memegang kedua tangannya. Si lelaki mengambil sesuatu dari dalam tas. Rupanya sepasang headset lalu dipasangkannya ke telinga si perempuan. Lelaki itu mengoperasikan ponsel, mungkin memutar sebuah lagu. Sementara si perempuan tetap bersikap biasa, tetapi tidak juga melakukan penolakan. Jika benar yang diputar lagu, selama perempuan mendengarkannya, terlihat menikmatinya dengan memejamkan mata sembari kepalanya disandarkan pada dinding kereta.

Peristiwa itu cukup mencuri perhatian orang yang berada di sekitar, hingga mereka tidak ingin melewatkan untuk memperhatikan, dan tentu saja termasuk aku. Jika mereka sependapat dengan pemikiranku, hal itu sangat romantis. Si lelaki memperlakukan pasangannya dengan sangat halus dan sopan. Aku menduga, apa yang dilakukan lelaki itu tentu saja akan mampu meluluhkan hati si perempuan yang sepertinya masih penuh amarah.

Sementara kadal yang terkena tamparan dari perempuan itu mendarat di dekat kaki gadis kecil, lantas bergerak mendekati kakinya. Gadis kecil terlihat takut. Ibunya yang mengetahuinya mencoba mengajak anaknya bicara, dengan memberitahu nama binatang tersebut, termasuk memberi penjelasan bahwa itu salah satu binatang melata yang tidak jahat. Mendengar penuturan ibunya, gadis kecil langsung menjadi tidak takut lagi, bahkan kemudian berusaha meyentuh dan kadal itu hanya diam saja. Gadis kecil memberanikan diri memegang, lalu mengajaknya bermain dengan kedua tangannya.

Orang-orang di sekitar kembali terpana. Apa yang dilakukan gadis kecil pada kadal tidak kalah menarik, setidaknya menurutku. Mungkin apa yang mereka pikirkan sama dengan apa yang kupikirkan, baik kadal maupun gadis kecil yang sama-sama merasa asing tapi dalam waktu singkat bisa menjadi akrab, bahkan menjadi teman. Menurutku itu pun sebuah adegan yang romantis.

Aku memperhatikan gadis kecil. Dia masih mengajak bermain kadal dengan kedua tangannya, lantas mendekati si perempuan, “Mbak kenapa?” tanyanya kemudian. “Mbak tidak usah takut. Ini tidak jahat kok” lanjutnya.

Karena si perempuan sedang mendengarkan sesuatu dengan headsetnya, ditambah lagi matanya terpejam, membuat si perempuan tidak bisa mendengar pertanyaan gadis kecil. Namun si lelaki melihatnya. Karena merasa iba, lelaki itu kemudian berusaha menanggapinya, meski hanya dengan mengiyakan dan mengangguk. Pada saat itu, tidak sengaja badan si perempuan kesenggol tangan gadis kecil yang membuat perempuan itu membuka matanya lalu spontan melepas headsetnya dan diberikan kepada si lelaki. Setelahnya sikap si perempuan kembali seperti ketika awal dia duduk di bangku tersebut. Bahkan seperti tidak pernah menganggap keberadaan si lelaki yang sedang berada di dekatnya.

Melihat reaksi si perempuan membuat lelaki itu kecewa dan jengkel, lantas dia berdiri dan kembali ke tempat semula. Setelahnya mereka tak saling mencuri pandang lagi. Keduanya tampak asyik dengan pikiran masing-masing. Keriuhan di gerbong yang semula terdengar berisik tiba-tiba seperti ikut mendadak sepi menyayat. Kesunyian seperti tiba-tiba menyergap. Namun keadaan itu hanya sebentar karena tak lama kemudian berubah riuh lagi ketika kereta berhenti di sebuah stasiun. Pada saat aku tahu ternyata banyak orang yang turun dari kereta aku baru menyadari, rupanya kereta telah sampai di stasiun terakhir. Aku bersiap ikut turun. tapi sekilas aku masih sempat melihat ke arah sepasang kekasih itu.

Begitu turun dari kereta, pikiranku seperti mendadak kosong, lalu dengan cepat tertuju pada ingatan tentang permasalahanku sendiri. Dias kembali memenuhi rongga pikiranku. Berkali-kali aku tak mampu memahami ke mana arah keinginannya, terlebih pada saat bertengkar. Kepalaku tiba-tiba berdenyut. Pusing menyerang kepala bagian belakang, di atas leher. Aku sempat terhuyun sebelum berusaha berpegangan pada bangku yang kulewati. Aku duduk untuk menenangkan diri. Setelah merasa kepalaku agak nyaman, aku meraih ponsel di dalam tas. Aku membukanya. Aku mengoperasikan  aplikasi whatsApp. Kupilih nama Dias. Sebelum aku mengetik pesan untuknya, aku teringat kisah kadal kecil, gadis kecil, dan sepasang kekasih di gerbong kereta tadi. Andai kau berkenan mengantarku sampai di stasiun, hal itu cukup bagiku untuk kembali mempertimbangkan hubungan kita. Usai mengetik pesan itu, aku menekan tombol kirim. ***

*) Image by istockphoto.com