Habis UAS terbitlah liburan. Akhirnya yang dinanti-nanti siang dan malam datang juga. Setelah penat dengan eksekusi UAS selama seminggu, sekarang waktunya liburan. Tak asyik dong kalau liburannya cuma pulang kampung dan rebahan saja. Biar afdol, pelesiran sejenak dengan budget tipis ke kota sultan, Jogjakarta. Siapa pula yang tidak mengenalnya, kota budaya yang selalu dirindukan oleh penikmatnya. Pelesiran kami ke Jogja dari 7-10 Desember 2019.

Baiklah, lupakan UAS dan berdoa terlebih dahulu supaya nilai tidak langsung keluar mengganggu liburan di Jogja, nasib mahasiswa dihantui IP. Perjalanan kami mulai dari Kota Malang tercinta, tepatnya dari Stasiun Malang Kotabaru pukul 6 pagi. Sepagi itu? Tidak, itu hanya waktu kumpulnya saja, tidak dapat dipungkiri budaya molor masih melekat. Jadi lebih baik menunggu dan tidak terlambat daripada tergesa-gesa dan tidak jadi berangkat. Kami menaiki kereta ekonomi Dhoho Penataran pukul 06.23, kami berangkat ke Stasiun Surabaya Gubeng. Lho kok ke Surabaya, katanya ke Jogja? Iya lalu ganti kereta ke Jogja karena lebih murah. Ya iyalah 12 ribu rupiah plus 70 ribu rupiah, kantong mahasiswa sekali.

Singkat cerita, setelah melewati 7 jam perjalanan, sampailah kami berdelapan di Stasiun Lempuyangan, Jogjakarta. 7 jam ya? Iya membosankan bukan? Tapi tentu tidak untuk 5 jam tidur. Ya mohon maaf menghemat energi karena minim camilan. 5 jamnya tidur, terus yang 2 jam ngapain? Main Uno dong, permainan andalan pengusir kebosanan sementara. Oke, setelah sampai di Jogja, kami langsung ke tempat sewa motor karena sudah janjian dari sebelumnya, letaknya dekat dari stasiun jadi cukup jalan kaki saja. Setelah melunasi pembayaran 480 ribu rupiah untuk 4 motor selama 2 hari, tak lupa juga meninggalkan beberapa id card sebagai jaminan. Tenang, aman kok. Perjalanan selanjutnya adalah ke homestay untuk bersih-bersih dan istirahat sejenak. Jauhnya sekitar 15 menit perjalanan naik motor dari tempat sewa motor tadi.

Sampailah kami di homestay. Ternyata di sana sudah ada distributor yang sudah janjian dengan kami, kami ngobrol sejenak, melunasi pembayaran, dan langsung loncat-loncat di kasur. FYI nih, homestay yang kami tempati super murah, cuma 300 ribu rupiah per malam, dan kami sewa untuk 3 hari. Ya bisa dihitung sendiri lah ya jika dibagi 8 orang iuran berapa setiap orangnya. Agenda selanjutnya adalah makan malam karena setibanya kami di homestay sekitar pukul 17.30. Tapi di luar dugaan turun hujan deras, dan hanya ada sedikit camilan untuk mengganjal perut. Nahasnya hujan reda sekitar pukul 9 malam. Karena hampir semua dari kami sudah capek dan tak berdaya akhirnya 2 temanku memutuskan membeli makan untuk kami. Dan antrean membuat mereka sampai di homestay pukul 10 malam. Setelah makan, kami memutuskan untuk menghampiri temannya temanku, ya begitulah rumit kalau diceritakan dan sekalian beli bensin untuk besok dan sekalian pula tambal ban karena ternyata salah satu motor bannya bocor. Tragis sekali malam pertama seusai hujan di kota orang.

Singkat cerita, kami di Tugu Jogja, aku lupa apa nama aslinya tapi biar lebih mudah mari kita sebut saja begitu. Foto itu diambil sekitar pukul 12 malam, tapi bukan Jogja namanya jika semakin malam tidak semakin ramai. Foto-foto sejenak menikmati malamnya Jogja dan kami balik ke homestay pukul 2 pagi.

Pagi yang cerah kami mulai dengan sarapan pecel dengan harga kantong mahasiswa. Let’s goo! Destinasi pertama yang bakal kami kunjungi adalah Benteng Vredeburg. Wait, was this an edu trip? Not at all but yes sometimes. Tapi satu hal, negara yang besar tentu butuh eksistensi tapi negara yang besar juga tidak lupa akan jasa pahlawannya. Tentu banyak sekali ilmu dan pelajaran yang membuka hati dan pikiran kami selama di sana. Apalagi diorama yang dibuat sangat persis dengan aslinya, benar-benar membuka wawasan tentang bagaimana Indonesia saat dulu. Dan untuk mendapatkan itu semua cukup dengan bayar 3 ribu rupiah per orang saja, murah bukan untuk pelajaran yang berharga.

Tak terasa waktu berjalan karena kami keluar homestay tadi sekitar pukul 10 pagi, dan setelah mengitari benteng, kami memutuskan untuk cari makan siang. Perut sudah tidak sabar. Jatuhlah pilihan kami di rumah makan padang yang legendaris dan murah, hanya 10 ribu saja perporsi.

Makan puas, enak dan kenyang. Kaktunya tidur. Kan lagi di Jogja, kok tidur? Oke tujuan kami berikutnya adalah Pantai Parangtritis, Bukit Bintang, dan Taman Pelangi. Tapi lagi dan lagi di luar kendali kami hujan turun deras. Berdiskusi, debat, bingung apa yang mesti dilakukan dengan rencana kami karena tak kunjung menemukan titik terang.

Setelah hujan lumayan reda, kami nekat sesuai rencana. Berangkatlah kami ke Pantai Parangtritis. Kurang lebih 28 km perjalanan kami. Capek? Tentu, tapi kenekatan dan kelelahan kami terbayar ketika sampai di tempat tujuan. Dan lagi-lagi celetukan “Jadi ke Jojga?” terdengar lagi karena kami tidak menyangka bisa sejauh dan semulus ini. Terus kalau sudah sampai di pantai ngapain? Ya main air dong dan tak ketinggalan nyobain nyetir Motor ATV. Lumayan mahal sih untuk menyewanya, tapi sebanding dengan pengalaman dan adrenalin yang kami dapat.

Puas naik Motor ATV, kami lanjut santai di gubuk tepi pantai sambil menikmati senja. “Itu kamu apa senja? Kok indah!” celetukku. Senja pun memudar berganti malam yang mencekam. Seusai magrib, kami mulai lanjutkan perjalanan ke Taman Pelangi. Lho katanya ke Bukit Bintang? Iya, tapi karena berbagai pertimbangan, kami memutuskan untuk blacklist Bukit Bintang, sayang sekali.

Perjalanan ke Taman Pelangi tak kalah jauh, kurang lebih 30 km jauhnya. Dan di luar dugaan, jalannya mulus tapi seram. Kami nggak tahu ini jalannya benar apa salah karena maps berkata ini jalannya. Kami banyak melewati kuburan yang jaraknya dekat, kurang lebih 2 km ada kuburan lagi. Teman-teman yang lain mengira kalau kami sedang berputar, jadi teringat KKN Desa Penari. Tapi aku bodo amat karena kebetulan yang pegang maps itu teman yang aku bonceng. Dan yang lebih serem lagi aku sama temenku yang aku bonceng mendengar teriakan anak kecil di tengah sawah. Padahal di situ minim rumah, seram nggak tuh. Namun sekali lagi aku bodo amat.

Setelah melewati jalan gelap dan panjang sampailah kami di Taman Pelangi. Waktu itu sepi, mungkin sebenarnya waktu ramainya adalah siang karena di situ ada pula Museum Monumen Jogja Kembali. Tapi overall asyik karena di Taman Pelangi ada beberapa permainan tradisional yang bisa kami coba seperti egrang, holahop, bakiyak panjang. Malam semakin mencekam, kami lanjut cari makan, balik homestay, dan nonton film. Lelahnya malam itu terbayar oleh krim pegal dan tidur nyenyak.

Esok paginya, saatnya masak-masak untuk menghemat karena nanti sore kami akan shopping di Malioboro, ini adalah hari terakhir kami di Jogja sebelum kami pulang besok pagi. Setelah masak, makan, mandi, kami berangkat ke Keraton Jogja.

Satu kata untuk tempat ini yaitu cantik. Selama di sini aku membayangkan jadi bagian dari Keluarga Sultan. Kebanyakan halu deh. Aku akhiri halusinasiku dengan melanjutkan perjalanan ke Taman Sari. The most instagramable, popular destination in Jogja.

Puas berfoto ria bak model dadakan, saatnya kami shopping di Malioboro. Membeli oleh-oleh untuk keluarga, keponakan (haha tante), dan tak lupa gebetan hihihi. Oh iya oleh-oleh wajib dari Jogja adalah Bakpia Pathok yang legendaris. Satu kotak 30 ribu rupiah saja dan paling enak beli langsung ke tokonya, dijamin masih hangat, fresh from the oven. Puas shopping, uang habis, saatnya mengembalikan motor dan balik ke homestay dengan taksi online. Setibanya di homestay makan-makan, packing, nonton film dan tak lupa istirahat karena besok kami sudah harus pulang, sedih. Rasanya kepingin banget lama-lama di Jogja. Aku berharap bisa ke sini lagi dengan perjalanan yang lebih seru. (*)