Kemarin sore dua malaikat kecil saya, Aqil (2 tahun) dan Eza (6 tahun), ribut minta naik odong-odong. Ini pasti gara-gara dua hari lalu saya iseng ngajak Aqil naik odong-odong sebagai pengganti beli cilok—saat itu ia minta beli cilok, tapi pas keliling kampung hingga perumahan kami tak menemukannya. Sebagai Ayah yang baik—ehm—saya langsung mengajak mereka naik sepeda motor dan meluncur ke TKP.
Dalam lima menit kami telah sampai di depan pintu gerbang Perumahan Pesona Cilegon. Di situlah tempat mangkal odong-odong saban sore, tepat di pinggir jalan Cilegon-Bojonegara yang kadar debunya dan suhu udaranya bikin sesek dada dan mencakar kulit. Kebetulan saat itu odong-odongnya masih kosong. Aqil dan Eza jadi pelanggan pertama hari itu.
Dulu, saat Aqil masih belum lahir, saya sering ajak Eza naik odong-odong di sini dan kadang di Taman Cilegon dan di Krakatau Junction (KJ). Dulu, beberapa kali Eza minta naik odong-odong, namun setelah satu putaran, ia menangis dan ingin turun. Tapi di beberapa percobaan berikutnya, setelah tumbuh keberaniannya, ia malah tidak mau turun walau sudah waktunya turun. Untuk menyiasatinya, ya mau gimana lagi, Eza naik dua kali. Aqil juga punya pengalaman serupa dengan tetehnya itu dalam dunia perodong-odongan.
Ngomong-ngomong tentang odong-odong, ternyata wahana ini punya beberapa manfaat, baik bagi anak-anak yang jadi follower-nya dan tentu mamang-mamang atau bibi-bibi penyedia jasanya, maupun para orang tua dan para pedagang di sekelilingnya.
Bagi anak-anak, sudah barang tentu naik odong-odong itu sesuatu yang menyenangkan, walaupun cuma duduk, memegang stir, melihat lampu-lampu yang menyala kelap-kelip, memukul bola-bola yang digantung di atas kepala mereka, dan muter-muter—yang bagi orang tua itu cuma bisa bikin pusing kepala. Di balik itu mereka juga bisa bertemu dengan sesama pencinta odong-odong dan saling bertegur sapa. Meski tak kenal, kadang Aqil menunjuk-nunjuk dan melambaikan tangan ke anak yang lain sambil tersenyum.
Dengan harga sewa yang murah, para orang tua bisa menyenangkan hati anak-anak mereka. Kalau beruntung, anak-anak bisa naik odong-odong sepuasnya jika kursinya belum penuh. Aqil dan Eza sore itu naik selama lebih dari setengah jam. Jika dilanjutkan, mungkin mereka bisa naik sampai magrib, karena memang kursi odong-odong tak pernah penuh terisi. Benar kata orang, kebahagiaan itu tak selalu harus didapatkan dengan harga mahal.
Eksistensi odong-odong juga punya peran penting dalam pelestarian musik anak-anak. Dan kita tahu bahwa musik anak-anak itu kaya akan pesan moral, unsur pendidikan dan nilai-nilai positif kehidupan, walaupun ada juga lagu-lagu anak-anak yang liriknya tak nyambung. Anak-anak bisa belajar tentang deskripsi ayam jago dan nama-nama hewan beserta suara mereka lewat lagu Kukuruyuk dan mengenal huruf-huruf hijaiyah melalui lagu Alif Ba Ta, misalnya.
Bagi penyedia jasa odong-odong itu sendiri yang notabene wong cilik, tentu mereka bisa menambah kelangsungan denyut kehidupan mereka. Dan biasanya, para pedagang lain, seperti pedagang somay, sempol ayam, bubur ayam, bubur kacang ijo, tahu gejrot, es dawet, dan lainnya stand by di dekat odong-odong itu. Odong-odong jadi semacam episentrum jualan.
Karena follower-nya anak-anak di bawah umur enam tahun, pasti mereka harus ditemani orang tua mereka. Dan orang tua mereka mau tak mau harus menunggu hingga waktu naik odong-odong selesai. Di waktu menunggu yang sering bikin orang bosan itulah waktu yang tepat untuk ngemil. Dan itu adalah kondisi yang menguntungkan buat para penjual makanan atau minuman. Di situ ijab-kabul ekonomi terjadi.
Bagi orang tua, mereka bisa menjadikan odong-odong ini sebagai strategi untuk memberi makan anak-anak mereka. Beberapa orang tua ada yang datang ke sini sambil membawa semangkuk nasi beserta lauk dan sayur bagi anaknya dari rumah. Dan saat anak-anak mereka naik odong-odong, anak-anak mau membuka mulut mereka. Karena hati anak-anak senang, mungkin mereka jadi mau dan doyan makan.
Begitulah. Odong-odong tak sekadar meramaikan denyut kehidupan sore hari di sebuah kota atau kampung, tetapi juga punya manfaat tersendiri. Naik odong-odong telah ditunaikan. Kami harus segera pulang, dan mandi, sebelum magrib membentang. Dan besok saya harus siap-siap lagi untuk—ehm—jadi Ayah yang baik lagi untuk rutinitas Aqil dan Eza: naik odong-odong.
Rumah Baca Bojonegara, Serang, Banten, Minggu, 28 Mei 2023 02:55 WIB.