MAKRIFAT MALAM (1)
Kutengadahkan muka pada wajah malam
: segala suluk ditembangkan dengan lebih nyaring
membangunkan segala pecinta
Malam serta-merta menghisap segenap cahaya ke dalam lubuk telaganya
maka nun di kejauhan terlihat berkuntum-kuntum wangsit
mekar mendahului parak subuh
Gairah itu pun meledak dengan teriakan-teriakan
birahi cinta yang diselimuti spektrum cahaya-cahaya
:duhai, segenap rindu itu adalah perigi yang meneteki
segala malam ibu kandung kegelisahan
Malam senantiasa sendiri dengan gagah
memberkati segenap bintang dan kunang-kunang
yang mengedip-ngedip manja dan girang
melambai-lambai kepada para malaikat maut
yang berjaga menghela roh yang tinggal riwayat
Malam selalu hidup dengan cahayanya sendiri
serupa batu yang melahirkan lumut-lumut
mencatat hal ihwal yang terlanjur jadi lampau
: duh, duh, malam, kureguk setuntas-tuntasnya
seperti menghisap mata air susu para perawan
di puncak syahwat dahaga yang kerontang!
Nyalalah malam, nyala. Melintasi gelap,
memaksa kelopak mata terbuka menatap mawar-mawar
bermekaran menyenandungkan kidung rahasia
kisah-kisah surga, tafsir baka, serta riwayat-riwayat
sakral para perempuan yang melahirkan nabi-nabi.
***
CERMIN (2)
berkaca.
maka yang terbaca adalah nama-nama kabur
pelan menyusut di lubang remang-remang
tak menemukan diriku sendiri
dan mata hanya sanggup berkedip-kedip
menangkap isyarat-isyarat melompong
pada warna uban yang digelantungi ribuan belatung.
berkaca.
maka yang kulihat adalah aksara-aksara kecewa
menuding dan menghardikku
: kau sekedar penyair pandir!
si pandir yang menyangka sebagai pewaris nabi
pengusung firman-firman bijak!
berkaca.
maka aku cuma sia-sia.
***
HIKAYAT TRESNA
selalu tersimpan dengan dalam seperti dendam
sepenggal riwayat berkisah tentang perahu
dan seorang penyair di dalamnya
: “juwita, dengan puisi-puisi sebagai bintang gubuk penceng rambu menelusur peta-peta
aku mengajakmu jadi sepasang musafir kelana seperti panji dan kirana memburu kitab
rindu adam dan eva!”
kun, jadilah kita; sepasang musafir kelana mencatat
jejak-jejak tresna yang legit serupa manisnya khuldi
: “duh, duh tresna, di jejakmu
seribu kunang-kunang jadi lentera
seberangi sungai-sungai setia!”