image by istockphoto.com

MAKRIFAT MALAM (1)

Kutengadahkan muka pada wajah malam
            : segala suluk ditembangkan dengan lebih nyaring
              membangunkan segala pecinta

Malam serta-merta menghisap segenap cahaya ke dalam lubuk telaganya
maka nun di kejauhan terlihat berkuntum-kuntum wangsit
mekar mendahului parak subuh

Gairah itu pun meledak dengan teriakan-teriakan
birahi cinta yang diselimuti spektrum cahaya-cahaya 
           :duhai, segenap rindu itu adalah perigi yang meneteki
             segala malam ibu kandung kegelisahan

Malam senantiasa sendiri dengan gagah
memberkati segenap bintang dan kunang-kunang
yang mengedip-ngedip manja dan girang
melambai-lambai kepada para malaikat maut
yang berjaga menghela roh yang tinggal riwayat

Malam selalu hidup dengan cahayanya sendiri
serupa batu yang melahirkan lumut-lumut
mencatat hal ihwal yang terlanjur jadi lampau
            : duh, duh, malam, kureguk setuntas-tuntasnya
              seperti menghisap mata air  susu para perawan
              di puncak syahwat dahaga yang kerontang!

Nyalalah malam, nyala. Melintasi gelap,
memaksa kelopak mata terbuka menatap mawar-mawar
bermekaran menyenandungkan kidung rahasia
kisah-kisah surga, tafsir baka, serta riwayat-riwayat
sakral para perempuan yang melahirkan nabi-nabi.

***

CERMIN (2)

berkaca.

maka yang terbaca adalah nama-nama kabur
pelan menyusut di lubang remang-remang
tak menemukan diriku sendiri
dan mata hanya sanggup berkedip-kedip
menangkap isyarat-isyarat melompong
pada warna uban yang digelantungi ribuan belatung.

berkaca.

maka yang kulihat adalah aksara-aksara kecewa
menuding dan menghardikku
: kau sekedar penyair pandir!
   si pandir yang menyangka sebagai pewaris nabi
  pengusung firman-firman bijak!

berkaca.

maka aku cuma sia-sia. 

***

HIKAYAT TRESNA

selalu tersimpan dengan dalam seperti dendam

sepenggal riwayat berkisah tentang perahu
dan seorang penyair di dalamnya

:  “juwita, dengan puisi-puisi sebagai bintang gubuk penceng rambu menelusur peta-peta
aku mengajakmu jadi sepasang musafir kelana seperti panji dan kirana memburu kitab
rindu adam dan eva!”

kun, jadilah kita; sepasang musafir kelana mencatat
jejak-jejak tresna yang legit serupa manisnya khuldi

: “duh, duh tresna, di jejakmu
    seribu kunang-kunang jadi lentera
   seberangi sungai-sungai setia!”