Melihat Rindu Menari dalam Segelas Kopi Masa Lalu

Pada segelas kopi masa lalu, kubayangkan tubuhmu menari di lepek kopi.

Mengelilingi semesta pagiku yang bisu di kedai basabasi.

Dan setiap kuseruput kopi dalam-dalam, seperti senikmat legit

kenangan kita yang jauh di kedai sejarah berdebu.

Di mana kita pernah berjanji di kedai kopi itu, untuk membunuh

rembulan dan rasa dingin  membosankan sampai pagi.

Namun, apakah yang kita harapkan dari membunuh malam dan

meracuni kantuk dengan asap rokok, tanyamu setelah bangun siang.

Hidupku tak pernah berharap apa apa, selain waktu bercita-cita gelas-

gelas ingatan kita terisi kenangan. Kenangan yang tak pernah habis

walau kita seduh bertahun-tahun dalam sejarah kedai basabasi.

Sebab, kenangan bukanlah segelas kopi biasa.

Jurang Ara, 2018

*

Agamaku Kopi dan Tuhanku Puisi

Di saat agamaku tak lagi mengepulkan sedap aroma

kasih-sayang dan perdamaian. Kuputar arah jarum

hatiku pada secangkir kopi agama legit kenikmatan.

Di sini, tuhanku bukan lagi ciptaan mesin imajinasi

tapi, tuhanku realita yang berwujud semesta dunia puisi.

Hatinya abadi menyimpan diksi-diksi sakit hati

atau melunakkan metafor-metafor rasa benci.

Dan rakyatnya adalah perasaan-perasaan sendiri

yang terbuat dari sebekan-sobekan hati yang tercabik

anjing-anjing agama kenangan yang tak menyimpan

rasa manis ketenangan.

Jurang Ara, 2018

*

Hari Ketiga Kau Nyenyak di Ranjang Kesunyian

Hari ketiga kau meneguk sunyi di kuburan

di saat orang-orang bertahlil merayakan

tujuh malam kesedihan atas kemangkatanmu

dari denyut ruang-waktu kehidupan.

Sementara hatiku yang jauh di kota ini

rakus, menelan segala duka waktu dengan

segelas air mata, di saat doaku melayatmu

ke dalam kuburan.

Memang, kehilangan adalah keabadian rahasia

dalam kehidupan, namun kau begitu cepat menjadi

teka-teki kenangan: kenangan yang musti kusiram

dengan hujan zikir ketenangan.

Tetapi, lebih tenang manakah hatimu saat ini?

Dalam hidup ilusi atau di kenyataan hari ini, di

saat Munkar dan Nakir: sepasang malaikat yang

dungu soal menjawab itu, datang dengan enam

lembar pertanyaan memusingkanmu.

Mampukah kebaikanmu di bumi menjawabnya dengan

menemukan Ridwan: Pengantarmu ke Taman Firdaus

yang kau rindukan sejak dalam doa dan ingatan, atau

malah keburukanmu  menciptakan ketololan yang

memanggil Malik menyeretmu ke dalam hutan neraka.

Jurang Ara, 2018

*

Kesibukan Menggunting Waktu

Orang-orang terlalu pandai menggunting waktu

dan menyingkat usia. Di saat dada hari-hari sesak kesibukan

dan hidup rela diburu kejamnya pekerjaan-pekerjaan.

Bahkan mereka tak mau tahu kapan hari minggu

dan kapan waktu meliburkan pikiran dan kepedihan badan

mungkin yang mereka tahu: hari libur baginya adalah

ketika hari depan mampu menolak kelaparan.

Aku tak tahu seperti juga ketidaktahuanku memahami

debur ketakutan melamar masa depan. Dan aku semakin tidak

tahu pada raut warna sedih dan senang mereka setiap harinya.

Apakah mesti selalu dengan uang mereka bangun rumah-rumah

kebahagiaan esok depan.

2018-08-09