KURUNGBUKA.com – (21/04/2024) Pembaca dan penulis bukanlah penganggur. Predikat yang dimiliki adalah bagian dari lakon hidupnya, yang lazimnya bekerja. Mereka yang bekerja, yang hidup dengan penghasilan untuk pangan, sandang, dan papan. Yang tidak bekerja formal atau serabutan juga ada.

Pembaca dan penulis yang sudah kecukupan berhak tidak memiliki pekerjaan (tetap). Yang membaca bisa leha-leha asal sudah berlimpah harta. Yang menulis mungkin mendapat nafkah dari tulisannya. Kita membahasa masalah yang kdang bikin risih.

Jorge Luis Borges, sosok yang mengetahui pekerjaan-pekerjaan. Pada masa 1930-an, ia memiliki beberapa pekerjaan yang membuatnya memiliki penghasilan dan kehormatan. Bekerja itu penting selain membaca dan menulis. Ia pernah bekerja di perpustakaan nasional (Argentina). “Di perpustakaan, kami melakukan sedikit sekali pekerjaan,” kata Borges.

Ia memang tidak harus bekerja melelahkan. Di situ, ia berperan tapi tidak merebut sepenuhnya kenikmatannya membaca dan menulis. Yang teringat: ia dan rekan-rekan membuat katalog atas koleksi perpustakaan. Kita membayangkan ia mengetahui ribuan buku.

Pada saat bekerja di sana, Borges sudah menjadi penulis yang terkenal. Ia tetap menulis: “… aku terus melanjutkan pekerjaanku sendiri di ruang bawah tanah atau, ketika cuaca hangat, di atas atap datar perpustakaan.” Rekan-rekan kerja mengecapnya “pengkhianat”. Kesenangan menulis cerita yang tidak terbagikan.

Borges tetap bekerja tapi waktu senggang adalah miliknya untuk bersastra. Ia yang nantinya akan mempersembahkan buku-buku yang dikoleksi di ribuan perpustakan di pelbagai negara. Yang kita mengerti, Borges bekerja dan bersastra. 

(Jorge Luis Borges, 2019, Esai Autobiografis, Trubadur)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<