Di Jalan Pagi

aku menjadi kabut, menikmati kesunyian kota

sampai ke kampung-kampung yang jauh.

menyaksikan daun-daun gugur dan laba-laba

bekerja. juga jalan yang lurus dan menanjak.

seperti hamparan tuts piano.

aku mencintai kuning matahari, tapi aku menginginkan ibu

tetap berada di bawah selimutnya sementara.

membiarkannya mengemas ruas-ruas cerita di kebun tidur

yang nanti dibagikan padaku sambil bertanya,

“apa kau sudah dengar cerita yang ini?”

di jalan pagi, kakiku adalah sepasang pohon

ajaib. bergerak mewarisi tungkai ayahku

yang selalu ingin mencapai puncak-puncak bukit berangin.

kadang aku merasa patah hati oleh bisunya pagi

tapi dengan berlari bersama sunyi aku menemukan diri sendiri.

Teratak Pagi, Juni 2019

*

Di Pasar

di pasar,

aku menjadi barang dagangan

yang menunggu seseorang datang berkunjung

dan membawaku pulang. kadang aku menjadi satu setel seragam

yang dikenakan pada manekin pria berdada bidang,

kadang pula aku menjadi tumpukan roti yang baru keluar

dari pemanggang, atau sesekali aku menjadi sayuran

dalam keranjang ibu-ibu yang tak berhenti memikirkan

masakan untuk suami dan anak-anak mereka.

di pasar,

aku berada di antara suara orang-orang yang sibuk

menawar. bercermin pada genangan. dan melekat

di sandal anak-anak yang merengek minta dibelikan

kue-kue manis atau mainan sekali pakai.

aku senang berada di dalam keriuhan dan bersandar

di tembok-tembok kusam penuh coretan saat lelah.

tebersit di kepalaku untuk menjadi handuk kecil

yang mengusap peluh orang-orang gigih demi

sejumlah uang yang bisa lesap dalam satu kedipan.

tapi di pasar,

aku juga menemukan kesunyian.

kebisingan redam dalam dada yang rapuh

orang-orang yang mengusik tempat pembuangan,

yang menadah tangan seharian, yang harapannya sekusut

rambut tak kenal hujan. kulihat seorang ayah mengumpulkan

kaleng-kaleng bekas minuman ringan dan ke dalam lubangnya 

ia berbisik sesuatu yang terdengar seperti doa.

“aku ingin kau. aku ingin anak-anakku mendapati rasa

dalam dirimu.”

dan akhirnya aku ingin menjadi sekaleng minuman yang tak pernah

habis meski berkali-kali dituang.

Di Pasar Sore, Juni 2019

*

Di Kebun Binatang

aku melihat tiga ekor zebra di kandang

yang merindukan ibu mereka di afrika.

ketiganya bukan saudara kandung, kabar dari penjaga.

mereka menghabiskan hari-hari dalam bisik-bisik,

membicarakan tentang sabana sambil berpura-pura

lincah di hadapan pengunjung. ingin sekali mereka

pulang kampung. seperti orang-orang saat menyambut perayaan.

berkumpul bersama para sanak dan menikmati indahnya senja

sambil menyeruput segarnya sungai yang dijaga buaya

bergigi angkuh.

di kebun binatang, kau merayakan liburan

yang menyenangkan. tak satu pun orang menangis di sini.

menggelar tikar sembari mendengar burung-burung berbulu indah

berkicau dan mengisi kepalamu dengan irama itu sebagai penenang.

tapi tahukah kau? ada banyak kerinduan yang terserak di dalam

kandang dan di bibir satwa yang tak mahir berkata rindu.

juga di daun-daun yang jatuh.

mereka kadang ingin pulang. memeluk halaman.

aku tak pernah meninggalkan kebun binatang.

dan menjadi saksi saat orang-orang silih berganti

memberi makan rusa, berfoto bersama burung elang,

dan riuh melihat singa dan beruang madu.

aku memilih diam. diam sepanjang waktu. tapi mataku

selalu siaga mengingat banyak wajah dan berkarat di sudut-sudut

yang teduh. rindu. dan diabaikan sebagai bangku  taman rapuh.

Kebun Binatang Bukit Tinggi, Juni 2019

*

Di Dalam Toilet

kau melepaskan segala keinginan.

membayangkan banyak hal bahkan yang tak mungkin

dapat kau wujudkan. kau bisa jadi pejabat yang tinggal

di rumah megah, mencumbu kekasih sepanjang hari

di atas bunga-bunga teratai, mengoleksi meteor

dan batu-batu bulan. dan meminta semua manusia tunduk

taat pada segala perintahmu.

di dalam toilet kau bahkan bisa jadi pemilik semesta

dan menghapus segala jenis dosa.

kau tak perlu merasa resah dan merendam dendam

terlalu lama. sebab itu akan membuat perutmu semakin sakit

dan bencana terjadi di dalamnya, dan kau musnah.

di dalam toilet kau bisa membaca buku puisi, menulis apa saja

dan menggambar banyak bentuk. kau bisa meminta

pablo neruda membuat puisi patah hati dan van gogh membuat ilustrasinya.

meski saat keluar dari sana kau akan kembali

menjadi dirimu yang resah, putus asa, dan bergelimang rindu.

di dalam toilet

kau dan kita semua menyembunyikan banyak rahasia.

menciptakan labirin kehampaan.

melepaskan segala gairah dan amarah, dan memeluk

tubuh sendiri lebih lama.

Lirik, Juni 2019

*

Di Permukaan Lidah  Seorang Penguasa

di permukaan lidah, dalam mulut seorang penguasa

berdiri sebuah kota yang besar.

gedung-gedung pemerintahan

pusat perbelanjaan, pengadilan,

panggung teater, rumah sakit,

tempat peribadatan, taman bunga,

pabrik-pabrik, tempat pembuangan sampah,

dan masih banyak lagi dalam kendalinya.

kota itu sibuk sepanjang waktu dan menyembunyikan

banyak cerita. kota yang penduduknya terpaksa menyembah

barisan gigi palsu dan anak tekak sebagai dewa utama.

mereka penurut dan tidak banyak tingkah. sebab sekalinya

melanggar aturan akan digiring ke pipa besar sangat dalam

yang membawa siapa saja ke saluran tinja berada, lalu hancur

menjadi tanah.

apa kau tertarik mendirikan kota di permukaan lidah

dalam mulutmu?

Jika iya, mendaftarlah jadi penguasa!

Lirik, Juni 2019