Besok adalah hari yang paling membingungkan dari ribuan hari yang pernah ia jalani. Besok ia harus bertemu dengan manusia lagi. Besok, sudah tidak ada waktu untuk menonton, mendengarkan, membaca dan melamun. Besok akan berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Besok, siap tidak siap ia akan menjadi robot dengan varian baru. Besok ia akan memasuki gedung dengan segala penghuni yang baru. Besok ia akan menempati kubikel dan dispenser baru. Ia tak tahu harus senang atau sedih. Ia bingung dengan dirinya sendiri. Ia ingin tetap bisa makan tanpa bekerja. Atau ia ingin bekerja tapi tidak dihabiskan dengan rutinitas sehingga ia punya waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan pada kalimat ketiga cerpen ini. Maka pada hari ini ia memutuskan menuliskan segala yang ia rasa dan ia mulai dengan ini:

Variasi pada Tema Maut Lainnya

MautVariasi
3 Pocong Idiotia tak tahu harus memulainya dari mana, apakah yang telah tiada masih dapat dikatakan imbesil?
40 Hari Bangkitnya Pocongmungkin dimulai dari sini. ia telah menggali kuburnya sendiri dan menandai pada suatu waktu, tanah itu terus bergetar
Ada Apa dengan Pocong?lalu apa yang terjadi bila getaran itu tak sampai padanya?
Bukan Pocong Biasabisa saja getaran itu bukan hal yang sering muncul, seperti melompat atau terbang. tetapi berganti menjadi duduk bersila, misal
Dendam Pocong Mupengatau kalau tidak bisa bersila, maka ganti judul bisa diakali agar tetap tayang, agar tetap sayang
Gue Bukan Pocongtapi ia bukan seperti yang kamu harapkan
Jaga Pocongkarena, apa yang mesti dijaga dari hidup yang begini saja?
Kung Fu Pocong Perawanmeski bisa bersiasat dan bela diri pada akhirnya akan…
Kepergok Pocongya, ketahuan juga. kalau ia seperti yang banyak orang lihat
Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundulmengapa hanya jawa. ia orang jawa tetapi tidak bisa berbahasa jawa
Pelet Tali Pocongia pikir itu semua karena ada sesuatu yang menakjubkan
Pocongapa itu?
Pocong 2kamu bisa lihat..
Pocong 3berapa saja urutannya, ia tetaplah ramai dan berseteru
Pocong vs Kuntilanaksiapapun yang menang, penonton akan tetap kejang-kejang
Poconggg Juga Pocong                           ya, karena ia tahu. bahwa ia seperti yang banyak orang pikirkan
Pocong Kelilingjika bosan, ia akan bepergian
Pocong Jumat Kliwonkapan saja, di hari apa saja
Pocong Rumah Angkerdan setelahnya, pulang ke rumah—meski banyak didemonisasi—padahal yang lebih mengerikan adalah hidup di bawah bayang-bayang penimbun properti KPR…
Pocong Ngesotyang membuat harga selangit hingga perlu berjalan dengan lain cara agar bisa tetap bekerja
Pocong Jalan Bloradi jalan mana saja, kita semua akan menua
Pocong Setan Jompodan menjadi ini
Penganten Pocongsampai-sampai di sini terus ditanya
Pelet Tali Pocongperlukah bagian ini?
Pocong Minta Kawinsiapakah yang meminta
Pocong Kamar Sebelahtapi ia tinggal sendiri di sini, tak ada kamar, tak ada teman, tapi ini kemauannya yang paling dalam
Pocong Kesetanan77 menit tergila di hidupnya, katanya
Pocong Mandi Goyang Pinggulia merayakan dengan memeluk dan menggoyangkan tubuhnya seraya jebyar-jebyur
Pocong The Originia terus melihat ke dalam dirinya
Pamali: Dusun Pocongsampai ia bertemu dengan banyak kawan
Pocong Hiu Unleashed rasanya ia ingin melaut dan menumpahkan segala
Susuk Pocongmelepaskan semua yang membelit
Sumpah (Ini) Pocongsesulit memilih lontong dengan isi sayuran ataukah oncom
Sumpah Pocong di Sekolahsampai perlu dilakukan di bangku-bangku kelas
Setan Pocongdan sekali lagi masih disebut
The Real Pocongia berjalan di antara membuktikan dan membuatkan
Tali Pocong Perawanmasihkah yang membelitmu itu mengurungmu
Tali Pocong Perawan 2 sampai berjilid-jilid dilakukan
Pocong Pasti Berlaluia harap semua akan berakhir di sini (tapi mengapa?)

Dari Tuts Keyboard atau Kenangan pada Perlombaan atau Mematung Seperti Disemen

Suara pendingin udara membuat siang itu menjadi kian beku. Di antara desing ketikan yang ada pada tuts keyboard. Tuk.Tuk. Jeg. Jeg. Cek. Cek. Tek. Tek. Tik. Tik. Suara dari meja pertama di bagian depan; batuk-batuk, suara membuka botol minum, langkah kaki seseorang yang ingin pergi ke kamar mandi. Suara dari baris kedua; tipis saja, beberapa dari mereka sedang menguap. Baris ketiga; tidak ada suara. Baris terakhir; deru mesin pada laptop yang tipis-tipis; ngeng-ngeng. Langkah kaki panitia berjalan-jalan. Mungkin ingin ke toilet, atau memeriksa para peserta. Aku tidak terlalu tahu.

Suara yang rendah itu tak membuat Laras terganggu. Ia saat ini sedang mengikuti lomba menulis naskah drama tingkat nasional mewakili almamater kampusnya. Nasi goreng. Sebutir saja nyelip di antara R dan T. Aku ingat. Setitik air kopi menyelinap masuk di antara PgDn dan Enter. Aku ingat 2 hari yang lalu. Di antara ?/ bersebelah dengan Shift. Juga mindik-mindik masuk semut merah. Meski sedikit panik, Laras dengan cerkas langsung mengusir itu semua. Setiap malam, lewat dini hari, aku kerap dipijat-pijat dan aku cukup senang. Terlebih, bila semakin larut, ia makin seenaknya saja denganku. Hal-hal itu yang membuatku makin menyukainya, meski terbilang baru ia jadi majikanku. Kini, ia makin membuncah. Aku kaget. Aku tak disentuhnya lagi, sementara waktu semakin berjalan, dan belum mencapai garis akhir.

Laras mengeluarkan berbagai kutipan dan referensi yang ditempelnya secara acak di arsip laptopnya. Bahan dan Referensi.doc terbuka menunggu 5 detik. Ia mengingat di rumah telah membaca kisah-kisah Jakarta dan Betawi, tentang Singa Betina dari Marunda, Tonil Samrah, Ubrug, Jipeng dan Jinong. Ia tersenyum, Ia teringat bahwa ia hanya banyak mengingat nama-nama tanpa satu pun yang benar-benar ia ketahui. Ia berpikir bahwa hanya meletakkan nama-nama di suatu konstruksi cerita, tak akan membuatnya memenangkan sayembara. Hanya ada kegenitan di permukaan saja, dan itu coba dihindarinya. Laras memandang sekeliling ruang; 4 pendingin udara, 2 meja, 4 kursi dan beberapa terminal dengan lubang yang telah tercolok untuk laptop-laptop serta manusia-manusia yang mematung seperti disemen kakinya. Sudah tiga jam berjalan, dan layar hanya berisi teks sebuah judul dan nama pengarang di bawahnya. Tumben Laras tidak mampu melanjutkan tulisannya. Biasanya ketika ia mengikuti lomba-lomba yang mengharuskan tulisan jadi dalam beberapa jam, ia luwes dan ngocor saja seperti air dari keran. Tapi, kali ini air itu mampat, seperti aliran selokan yang tidak berjalan karena terlampau banyak bungkus kudapan beredar.

Laras seringkali memenangkan lomba penulisan. Mulai dari program keativitas mahasiswa, puisi, cerpen, lakon sampai yang anyar adalah lomba meresensi buku seseorang yang sebenarnya ia tidak terlalu suka karya tersebut tapi hadiahnya bikin ngiler membuat ia melupakan cemoohan dan sebagainya. Yang penting ia dapat duit dan ada biaya hidup untuk beli buku-buku baru, dan kalau ada sisa lebih, ia biasa membeli lipstik dan baju baru. Terkadang melihat benda-benda dan manusia yang sedang diam dapat membuat Laras tenang karena kesyahduannya akan hening. Tapi, lama-lama ia sedikit mumet. Ia memutuskan menuju toilet untuk menenangkan diri. Dari balik kaca dan wastafel, ia melihat seseorang lewat dari balik punggungnya menuju pintu keluar. Setelah cuci tangan dan mengeringkannya, Laras merasakan ada yang aneh. Seseorang yang melewati punggungnya tadi, seperti perempuan yang mirip dengannya. Rambut ikal digerai, baju flanel kotak-kotak, celana jins, dan sepatu converse hitam putih. Ia tidak begitu mempercayainya, tapi lama kelamaan, hal itu membuatnya makin penasaran.

Apakah mungkin dia punya kembaran? kontan, ia langsung keluar dari toilet dan menemui perempuan itu. Tempat Laras mengikuti lomba berada di kampus F, di lantai 3. Ia langsung lari menuju lantai 2 untuk mencari perempuan yang mirip dengannya tadi. Sekelebat, dari lantai 3 ia melihat perempuan itu di tangga. Langkah tergesa-gesa si perempuan yang mirip dengannya, mengingatkanya pada suatu hal. Sesampai di lantai 2, nihil. Laras bergeming, tidak melanjutkan pengejarannya, karena ia tahu waktu semakin menggerogoti dan lembar-lembar di laptopnya belum terisi. Sesampainya di baris paling belakang, ia langsung memandang layar yang masih kosong itu. Matanya berkedip-kedip seperti seorang yang baru bangun tidur. Dadanya bengkok ke depan sebentar, lalu kursinya dirapatkan ke meja. Ia membuka botol minum air mineral dan menenggaknya secara dua tegukan. Lehernya berdenyut perlahan dua kali. Ia menatap sebentar layar yang hanya ada judul dan nama pengarang. Setelah 5 detik diam, ia langsung menancapkan jari-jarinya secara subtil, kadang juga serampangan ke tuts-tuts keyboard. 2 babak telah dicapainya, dengan 15 adegan serta lirik-lirik yang ia ciptakan untuk sebuah opera buffa—semi musikal dalam drama pertunjukan.

Aku tidak tahu mengapa setelah dari toilet ia langsung seperti kesurupan. Tapi, hal-hal tersebut menurutku wajar, karena di toilet ia bisa saja melakukan ritual dengan kekasihnya, seperti kebiasannya malam-malam di kamar, atau mencuci muka agar segar dan sebagainya. Aku tahu, karena jam terbang dia menghadapi lomba-lomba itu cukup tinggi. Baik lomba via surat elektronik atau mematung seperti disemen selama beberapa jam. Di antara kedua hal itu aku tidak ada masalah. Aku bahagia-bahagia saja, seperti ketika aku harus menunggu 4 hari dari sekarang untuk mengetahui siapa pemenang-pemenangnya, dan Laras sembari menunggu itu, terus saja memijit-mijit tubuhku, dan itu yang membuatku santai dan rileks saja.

Siklus

Saat ini aku sedang berada di kamar mandi dan sedang mendengarkan suara air dari keran menikmati suara dari guyuran air yang melewati sela-sela tubuh dan mengamati tubuhku dari kaca besar yang ada pada kamar mandi setelah mandi aku lantas memakai baju dan memilah-milah mana yang harus aku kenakan untuk acara yang akan kudatangi sebentar lagi aku akan datang ke acara pelatihan menulis sesampai di sana aku lihat mereka mengeluarkan suara dengan desibel beragam aku hanya memandangi dan mendengar suara dari mereka dan aku tidak mendengar apa-apa dari apa yang banyak dibicarakan yang ternyata malah menyita banyak waktu dan tenagamu dan aku langsung pulang menuju rumah aku masuk kamar dan menyalakan laptop lalu mengetik apa saja tentang bagaimana mengolah premis apa yang terjadi bila ya begitu aku coba bagaimana jika kau tidak tahu bahwa selama ini apa yang kau tahu ternyata hanya harapanmu saja dan kenyatannya adalah kucing tidak bisa berenang hey kamu tidak nyambung hey aku juga tahu bahwa kucing tidak bisa berenang hey tapi kamu berbohong aku lihat kucing di samping rumah milik tetanggaku dapat berenang asal bukan berendam di air panas baru mendidih ya kulemparkan ke mukamu baru tau rasa melepuh berongga berlendir seperti Monstro Elisasue kesayanganku kasihan karena patriarki dan kapitalisme brengsek industri spektator semua karena pandangan ya tapi mau gimana hal itu menggerogoti tubuhku juga dandananku pada Dan Da Dan serial penggila alien dan hantu jatuh cinta dengan petualangan orgy saru seru maka kumuncratkan saja ini semua semoga bukan kerak neraka mungkin kerak telor saja meski udah langka ketika kota caper ini ulang tahun maka mulai muncul lagi dan kadang cinta lagi dan aku masih belum melanjutkan menulis aku buka berbagai banyak situs sekaligus dan aku menemukan saran lagi tentang bagaimana seharusnya kau menulis bahwa kau harus membaca penulis A penulis B penulis C penulis A penulis C penulis B sampai kau rasanya mau berak saja karena kau belum membaca penulis A penulis B dan penulis C itu ada sedikit rasa muak dan mual karena selama kau hidup hanya banyak berjalan di dalam sumur oh tapi kau tidak bisa berjalan dalam sumur kau hanya nyaman tenggelam di dasar sumur dan kau bisa keluar dari sumur bila ada yang mau mandi jadi kau selama sehari keluar dua kali sehari karena orang-orang umumnya mandi dua kali sehari aku rasanya ingin mandi lagi setelah tadi pagi mengharapkan banyak hal yang menarik untuk ditulis tapi aku kembali membaca saran-saran itu lagi bahwa kalau kau mau menulis harus bisa sebagus penulis W ah aku belum kenal siapa itu penulis W aku kebanyakan baca penulis H aku tahu itu masalah selera ah bukan selera karena itu erat dengan relasi kuasa dan privelese aku tahu tapi seolah menyangkal tak ada guna sebenarnya tapi aku tak tahu lagi harus mulai dari mana apa aku memutuskan menjadi batu kolar saja atau percikan sisa ludah orang di jalan yang tak berbekas lagi karena hantaman debu atau hujan ah hujan aku merasa bisa menulis bila hanya hujan tetapi sebenarnya itu hanya alasan mengapa harus menulis padahal aku bisa saja memutus semua situs yang aku buka tentang bagaimana caranya menulis yang baik dan cerkas tapi aku masih mendengarkan lagu yang tak bersuara dari seseorang yang seenak udel klaim bahwa ini adalah mahakaryanya dan orang-orang bodo amat atau kau harus percaya pada John Cage bahwa aku masih belum menemukan apapun dari apa-apa yang seharusnya aku tulis aku merokok aku minum kopi aku batuk-batuk dan perlu kupikirkan ulang untuk berhenti dengan cerobong asap itu aku buka forum-forum rahasia yang bukan rahasia lagi karena kita hidup berdampingan dengan cctv drone inspect element dan semacamnya  dan  aku nonton 2666 yang diadaptasi jadi pertunjukan teater dan aku makin tidak mengerti tapi aku bahagia seperti Sarah Kane pada 4.48 yang menemukan ekstase ketika aku harus menggerus sesuatu menjadi senyawa lain dan mematikan sesuatu yang kupegang sekarang dan membuangnya ke tong sampah tapi bukankah selama ini aku tong sampahnya begitu kata orang-orang dan begitu terus seperti siklus.

*) Image by istockphoto.com