Jakarta
:Stasiun Sudirman
gedung-gedung bersua langit
senyum matahari berkilau terpantul kaca-kaca
pendingin berdengung serupa lebah
di luar hutan-hutan beton tak berbunga
terik tak menyiutkan sesak jalanan
debu menguar di pekatnya bising
dahan flamboyan sia-sia menghimpun angin
orang-orang mengernyitkan dahi bersilang langkah
“pergilah ke kiri ke setasiun kota,” katanya
ketika laju kereta berderap memenuhi telinga
memerangkap wajah-wajah pencari asa
di jendelanya yang melintas serupa slide
“sepasang mata bola” tersangkut di gitar tua
dipetik sepasang lengan legam yang lelah
menyapa pedestrian yang terburu buru
terjebak jadwal kereta dan musik di telinga sendiri
aku mencari bayangmu di tikungan terakhir
jejakmu tak terbaca serupa wajah kota ini
tak ada yang kukenal, tak ada yang kusapa
selain keangkuhan dan keasingan yang serupa penjara
Jakarta, 2019
*
Jimbaran
:Chapel di Tubir Laut
ave maria sayup
kembang tabebuya tertiup angin
jatuh di ujung sepatumu
yang sibuk menghadap laut
nun jauh
gelombang serupa alunan senyap
riak redam menyembunyikan gelora
tanpa perahu kecil yang terapung
lanskap memainkan batas imaji
menggoda setiap jepretan
sepasang pengantin kesepian
menguatkan bara di mata masing-masing
menyisir sisi tubir
tak ada semburat kabut kelabu
senja turun serupa sediakala
menggebah melankoli yang keliru
ave maria sayup
sepasang pengantin menjulang
di atas janji berkah
serupa kita di abad lalu
Jimbaran, 2019
*
Lombok
:Senggigi
menuju Lembar perahu besar itu berlayar
bendera berkibar pluit panjang melolong
menuju pulau jauh tempat matahari terbenam
senyum sumringah para pecinta laut
perahu besar terlambat berlabuh
dua puluh empat jam dalam ayunan gelombang
para pelancong lelah menuruni geladak
mengusung cerita lumba lumba dan mabuk laut
di waktu nelayan-nelayan hendak menebar pukat
agar angin darat tak berlalu sia-sia
bau pantai pekat mengusung rindu
memendam mata kaki dalam pasir berbulir merica
patahan karang, pecahan kuwuk
dan hasrat yang mendadak telanjang
: berenang serupa dugong terdampar
tanpa malu penuh tawa
sedang matahari menjemur punggung
ketika pagi datang tanpa awan
orang-orang bahagia menyusur pantai
melupa angin gelombang dan deru badai lalu
menggumuli tiap jengkal pasir dan riak
seakan pantai serupa kekasih nan dirindu
dan laut merona sewarna bakung
orang-orang menjajakan mutiara
sebening air mata sepekat garam
di sini cinta begitu sederhana
terikat sebentuk cincin pun gelang ronce
dan aku mendadak insomnia
lupa deret hari terlebih arah pulang
Senggigi, 2019