Sabtu dini hari di Desember, kami kelima pendaki Atlantic Anugerah Metalindo (Ghozali, Hari, Bayu, saya-Alfian, dan Kholifah) sampai di Basecamp Mbah Jupri. Kami dijemput dari Stasiun Solo Balapan. Kami memilih jalur Selo-Boyolali untuk pendakian kali ini. Sesampainya di basecamp, kami langsung membongkar tas gunung masing-masing, termasuk dandang dan panci dikeluarkan. Hawa yang cukup dingin dan lelah membuat rasa kantuk menggelayut. Sleeping Bag menjadi benda yang paling dicari dalam hal ini. Kami harus tidur, perjalanan baru dimulai, sementara semuanya masih panjang..
Pagi harinya, cuaca sangat bersahabat. Matahari terlihat jelas di sebelah timur. Suasana terasa hangat. “Kita akan dapat melihat Bukit Teletubbies,” terang Ghozali selaku ketua tim. Pemuda 25 tahun itu menambahkan bahwa di Sabana 1 dan Sabana 2 adalah ciri khas dari pemandangan Merbabu. Bukit yang bergelombang dan naik turun itulah yang disebut Bukit Teletubbies oleh para pendaki kebanyakan. Nilai jual Merbabu ada di sana. Itulah yang menambah semangat tim.
Untuk mencapai puncak Merbabu tidaklah mudah. Ada beberapa jalur yang bisa dipilih. Di antaranya via Selo, Kopeng, Wekas, dan Suwanting. Pada umumnya, para pendaki bakal memilih via Selo atau Wekas.
Jika lewat jalur Selo-Boyolali, para pendaki harus melewati 6 pos (Dok Malang, Pandean, Watu Tulis, Sabana 1, Sabana 2, Kenteng Songo). Jalur via Selo ini lebih panjang ketimbang via Wekas. Para pendaki bila ingin cepat sampai puncak, bisa memilih jalur via Wekas. Hanya saja medan yang dihadapi lebih sulit dan terjal.
Atas pertimbangan efektivitas dan kenyamanan, tim Atlantic Anugerah Metalindo memilih via Selo. Jalan mencapai pos 1 dan pos 2 di via Selo lebih panjang dibandingkan pos-pos berikutnya. Sementara Bukit Teletubbies berada di pos 4 dan pos 5. Awalnya, ketua tim, Ghozali, berencana mendirikan tenda di pos 5, tetapi hujan badai mengharuskan kami melakukannya lebih cepat di pos 3.
Di tengah perjalanan menuju pos 5, para pendaki bisa melihat kegagahan Merapi. Tidak semudah yang dibayangkan, para pendaki harus beradu cepat dengan kabut. Kamera rasanya harus siap siaga. Sebab, kabut di sana datang silih berganti dengan cepat. Bila kepekaan kurang, alhasil tidak akan dapat pemandangan apapun. Belum lagi, badai di Merbabu terkenal cukup besar dan kuat.
Minggu paginya, cuaca kembali cerah. Kami telah bersiap untuk menggapai awan Merbabu, melanjutkan perjalanan demi kepuasan batin dan kebutuhan selfie. Sesampainya di Bukit Teletubbies, terlihat hamparan tenda warna-warni. Di sinilah para pendaki mendapatkan surganya. Selain puncak, memang di sini tujuan utama pendakian Merbabu.
Tak ada gading yang tak retak. Tantangan dari jalur pendakian Selo ialah sulitnya mendapatkan air. Itulah permasalahannya. Para pendaki harus sangat berhemat atau membawa cadangan air yang berlimpah. Bahkan, ada salah satu tim pendaki lain, mereka membawa hampir 12 botol lebih air mineral kemasan besar. Jadi, kalau dilihat, persis seperti sedang mau jualan air di pasar malam ketimbang mendaki.
Permasalahan datang begitu tim Atlantic Anugerah Metalindo sampai di pos 5. Semua sampai dengan selamat, hanya saja persediaan air tinggal setengah botol, dan itu mengharuskan kami berpikir ulang untuk mencapai puncak. Itu kesalahan yang fatal. Kami salah prediksi perihal ini. Padahal, di tenda kami masih banyak persediaan air. Tetapi, kesepakatan sebelum mendaki adalah hanya perlu membawa beberapa. Alhasil, kami seperti anjing yang kehausan. Lidah terjulur beberapa kali dan bibir kering. Walaupun tinggal sekali tanjakan untuk mencapai puncak, tetap saja berat kalau dipaksa mendaki tanpa air. Hanya dua orang nekat yang berani meneruskan perjalanan: saya dan ketua tim, Ghozali, yang lain memilih menunggu.
Saya dan Ghozali dengan keyakinan tinggi melanjutkan pendakian. Kami yakin bakal ada pendaki lain yang bisa dimintai air. Sekalipun seteguk, kami sangat berharap. Hampir setiap pendaki yang membawa botol kami dekati. Itu cara bertahan yang logis. Tetapi, hal itu banyak kecewanya. Para pendaki lain juga banyak yang kehabisan air. Siasat itu seperti undian berhadiah, coba-coba beruntung. Tetapi keajaiban selalu datang, ada saja pendaki yang mau memberi, walau seteguk. Perlahan tapi pasti, segalanya terbayar begitu langkah setapak yang lelah dan berat ini telah berhasil mencapai puncak.
Ada beberapa puncak di atas Merbabu, yaitu Syarif (3.119 mdpl), Trianggulasi (3.169 mdpl), dan Kenteng Songo (3.142 mdpl). Saya dan Ghozali yang sudah nekat dan berani, memerlukan waktu 3 jam dari pos 5 sanpai ke sini. Semua itu dipertaruhkan agar bisa berswafoto di puncak tertinggi (Kenteng Songo) sambil senyum-senyum.
Bila cuaca benar-benar cerah dan kabut tidak hadir, keindahan alam benar-benar dapat dinikmati. Melihat keindahan Merapi, Sumbing, Sindoro, Telemoyo, dan Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gunung Lawu dengan puncaknya yang memanjang. Keletihan, kelelahan begitu terbayar saat kami bisa melihat pemandangan yang indah itu.
Kami harus turun sekalipun keindahan panorama Merbabu masih memanggil-manggil. Di pos 5, sudah ada yang menunggu. Mereka cukup setiap menungu saya dan Ghozali. Semua turun bersama.
Kami berlima sampai tenda siang hari. Cuaca agak mendung teduh. Kami memasak, bercerita, berswafoto, dan bercanda di sekitaran tenda.
Sore perlahan turun, cuaca semakin mendung, pemandangan alam perlahan tertutup. Rintik hujan perlahan jatuh, disusul gemuruh, dan akhirnya hujan pun datang bersama badainya. Kami masuk tenda, menyeruput kopi, berharap hujan segera reda.
Dua jam tenda kami dibasahi hujan. Sekarang, yang tersisa hanyalah tujuan akhir. Kembali pulang dalam keadaan selamat. Waktu sudah sore, rintik hujan masih ada, kecil. Kalau tidak segera turun, malam akan membuat semuanya sulit. Semuanya dikemas. Kami turun dengan bermantel. Berharap semua akan baik-baik saja, kembali ke rumah, agar bisa menceritakan keindahan Merbabu pada siapapun, termasuk pawa pewaris kelak. (*)