Siapa yang tidak tahu tentang Majapahit? Kerajaan Hindu-Budha terbesar di Nusantara, bahkan wilayah kekuasaannya menginjak tanah Tumasik alias Singapura dan sebagian Kepulauan Filipina. Pernah mendengar Sumpah Amukti Palapa, sumpah Gajah Mada? Tapi siapa sih Gajah Mada itu? Yap tepat, Gajah Mada adalah panglima perang kerajaan Majapahit yang dilantik untuk menggantikan Mahamantri Agung. Atau pernah melihat foto ini di buku sejarah sekolah?
Tapi tahukah kamu di mana lokasi foto tersebut? Buat kamu yang jawab di Trowulan, tepat sekali. Nama situs tersebut adalah Candi Tikus yang dulunya merupakan petirtaan. Nah lho kenapa namanya Candi Tikus? Karena ketika ditemukan pada tahun 1914 nih banyak sekali tikus di dalamnya. Itulah sekilas info sejarah yang aku baca ketika berkunjung ke sana bersama teman-temanku yang kebetulan menginap di rumahku.
Perjalanan dimulai dari rumahku di daerah Randugenengan, Dlanggu, yang berjarak sekitar 9-12 km, tergantung rute yang dipilih. Kali ini kami melalui Jalan Raya Gondang karena rute ini yang paling cepat dan mudah diingat. Maklum karena aku sama sekali tidak bisa untuk mengingat rute ke mana pun. Jadi perjalanan hari itu sponsored by google maps. Matur nuwun sanget google maps.
Kurang lebih 30 menit untuk sampai di lokasi Candi Tikus. Dengan biaya parkir Rp 2000 dan tiket masuk Rp 3000, merupakan harga yang sangat terjangkau untuk sebuah mahakarya Majapahit di masa kejayaannya. Tempatnya cukup panas karena ini adalah wisata terbuka atau outdoor, tapi cukup sejuk pula karena banyak pepohonan yang rimbun dan rerumputan hijau yang membuat mata nyaman sejauh mata memandang. Tempatnya yang kece dan instagrammable cocok untuk milenial berfoto ria di sini dan tidak kami sia-siakan kesempatan itu. Tapi jangan lupa ya untuk mematuhi aturan di sana dengan tidak melewati batas dan merusak situs candi tersebut demi kelestariannya.
Oke lanjut jangan terlalu berpuas diri di sini karena masih banyak situs yang harus kami kunjungi. Destinasi selanjutnya adalah Gapura Bajang Ratu yang letaknya tidak jauh dari Candi Tikus. Cukup berkendara lurus mengikuti jalan dan sampailah di sana. Jadi kali ini, aku tidak terlalu sering melihat maps ya. Gapura Bajang Ratu ini sendiri merupakan pintu gerbang untuk masuk ke bangunan suci yang dipersembahkan untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara.
Harga tiketnya sama dengan di Candi Tikus, jadi tidak menguras kantong kan? Ketika kami ke sana keadaannya ramai oleh siswa TK, SD, dan SMP yang sedang wisata edukasi. Bahkan ada yang mengadakan upacara pelantikan organisasi dari SMP di halaman Gapura Bajang Ratu, keren juga ya. Karena kondisinya ramai jadi kurang leluasa nih untuk berfoto ria a la model majalah gitu. Jadinya gitu deh ada yang ngikut di belakang. Tapi ada juga lho yang sukses fotonya seperti yang satu ini, nih:
Eittss, lapar, haus? Tenang, karena di luar kompleks Gapura Bajang Ratu ada toko-toko yang menjual makanan ringan dan minuman segar. Bukan hanya itu, juga ada berjajar pedagang kaki lima yang menjual es dugan atau es kelapa muda, pentol, somay, dan masih banyak lagi.
Setelah beristirahat beberapa waktu karena capek, lapar, kepanasan karena suhu di Mojokerto waktu itu sekitar 33oC, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Sebenarnya masih ada banyak candi-candi di daerah Trowulan seperti Candi Brahu, Gapura Wringin Lawang, Candi Kedaton, dan Candi Minak Djinggo yang semuanya adalah peninggalan Kerajaan Majapahit. Tapi karena waktu itu sudah menjelang siang, panas, dan kebetulan ada acara kepanitiaan pukul 1 siang, jadi kami memilih untuk mempersingkat perjalanan dengan langsung ke Museum Trowulan.
Tempat ini cocok banget buat kamu yang ingin berwisata sambil memperkaya wawasan. Karena di sini selain harga tiketnya sangat terjangkau sekitar Rp 10.000, nilai sejarahnya yang terkandung di dalamnya juga sangat tinggi. Mulai dari peninggalan Majapahit, peninggalan zaman batu, dan masih banyak lagi. Ketika masuk pintu museum sudah disambut dengan patung Gajah Mada lengkap dengan ukiran surya Majapahit. Terdapat pula tulisan dilarang memotret, tapi karena kami ingin mengabadikan momen tersebut, akhirnya kami meminta izin ke petugas di sana. Ternyata boleh saja kok buat kamu yang mau mengabadikan Museum Majapahit.
Nah uniknya lagi, ada contoh rumah penduduk pada zaman Kerajaan Majapahit. Selain itu ada juga reruntuhan pondasi pemukiman penduduk yang kita bisa lihat dari atas. Jadi ada semacam tangga menuju lorong lantai atas, supaya kita bisa melihat semuanya yang ada di bawah. Tapi hati-hati ya karena bangunan terbuat dari kayu, jadi ada beberapa bagian yang mulai rusak. Tenang, kamu tidak akan kepanasan karena ada atapnya. Tapi karena waktu itu, teman-temanku sudah capek dan kelaparan, jadi kami tidak naik, hanya menikmati dari bawah. Oh iya buat kamu yang mau beli oleh-oleh khas Majapahit ada toko souvenir, letaknya di depan sebelum memasuki bangunan museum itu.
Nah, destinasi terakhir sebelum kami mulai acara adalah patung Budha tidur di Maha Vihara Majapahit. Dengan tiket masuk Rp 5000 dan biaya parkir cukup Rp 2000 saja kita sudah bisa masuk ke the most famous Sleeping Budha in Indonesia, sampai luar negeri juga sepertinya. Selain itu, patung Budha tidur yang ada di Trowulan ini juga urutan tiga terbesar se-Asia, setelah Thailand, dan Nepal. Jadi tidak perlu jauh-jauh ke sana untuk menikmati spot foto semacam ini. Tapi kita tetap harus menjaga kedamaian ya karena letaknya tepat di belakang Maha Vihara yang merupakan tempat beribadahnya umat Budha.
Oh iya, buat kamu yang kepo kenapa sih posisi Budha tidur seperti itu? Kalau aku pernah baca, posisi tersebut adalah posisi Budha Gautama ketika meninggal di hadapan pengikutnya. Itulah kenapa dibuat patung seperti itu untuk menghargai Budha itu sendiri.
Nah udah pukul 12.30, jadi kami harus segera balik untuk persiapan acara. Buat kamu yang sedang atau akan berkunjung ke Mojokerto jangan cuma ke alun-alun saja, sempatkan juga untuk berwisata sejarah menengok bukti kejayaan Majapahit di masa lampau yang berada di Kecamatan Trowulan. Jangan lupa bawa topi, dan pakai sun protection. Semoga perjalanan kamu se-asyik perjalanan kami, ya!