KURUNGBUKA.com – (05/04/2024) Petuah-petuah biasa berdatangan dari para pengarang besar: menulis itu membosankan dan melelahkan. Petuah tidak bijak itu masih dapat dimengerti. Namun, mereka kadang memberi petuah penuh ketakutan: menulis bisa menghancurkan dan membunuh. Yang menulis memang dihadapkan kenyataan-kenyataan yang membuatnya “beriman” atau “murtad”.

Banyak kenikmatan dalam membuat tulisan tapi godaan dan jeratan selalau menyertai. Penulis dilanda ragu biasanya sulit untuk terus maju. Ia berhak berhenti atau mundur bila mengetahui kekuatannya melemah. Ia tidak sampai pembuktikan menjadi penulis yang sejati.

Yang ingin memberi bukti-bukti agar sejati mengharuskan “iman” yang teruji. Kita menyimak penjelasan dari Carmel Bird: “Penulis adalah tukang sihir yang belajar memainkan sihirnya. Saya tahu ini terdengar betul-betul gila, belum lagi arogan, ketika saya mengatakan hal itu.” Usaha agar para penulis menyadari kesaktian dirinya asal mau terus menulis dan pantang putus asa.

Pendefinisian yang menggampangkan peran dalam membuat tulisan agar mengungkap kesejatian. Yang dimaksud adalah kemampuannya menggerakan kata-kata atau membentuk kalimat-kalimat menjadikan ceritanya itu “keajaiban”. Kita mengartikan tulisan yang tidak biasa-biasa saja. Tulisan tidak asal selesai.

Tanggungan yang diterima penulis berat tapi membawa takdir yang mengejewantah. Carmel Bird masih berpetuah: “Penulis harus menulis dan menulis hingga irama sejati muncul dalam kalimatnya, hingga kalimat mendapatkan bentuk sejati.”

Pertaruhan cerita dengan kemahiran membuat kalimat-kalimat yang sejati, yang mengandung irama sejati sesuai yang dikehendaki dan “keajaiban-keajaiban” yang berdatangan. Semua itu membutuhkan keberanian, kewaspadaan, dan percaya diri.

(Carmel.Bird, 2001, Menulis dengan Emosi: Panduan Empatik Mengarang Fiksi, Kaifa)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<