KURUNGBUKA.com – (30/03/2024) Putus asa dalam menulis atau menyerah memiliki seribu “sebab”. Yang biasanya menimpa penulis tidak sabaran adalah (mutu) kalimat. Ia merasa gagal, salah, dan lemah dalam membuat kalimat-kalimat. Setiap selesai menulis satu, dua, atau tiga kalimat, ia menemukan keburukan dan membuktikan “kebodohan” meski sudah mengerahkan segala kemampuan.
Kalimat-kalimat yang ditulis dipandang dan dibaca lagi hanya untuk mempermalukan diri. Ia mengetahui ada persoalan-persoalan serius yang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kalimat! Ia tidak mampus dengan kalimat-kalimat buruk yang dibuatnya, berulang dan berketerusan.
Yang dipikirkan adalah kalimat, yang berarti berpokok bahasa. Natalie Goldberg mengingatkan: “Bahasa kita biasanya terkunci dalam sebuah tata kalimat yang terdiri dari subjek/kata kerja/objek langsung.” Ia menuliskan penjelasan itu dalam alam kebahasaannya: bahasa Inggris. Kita yang berbahasa Indonesia menemukan ada kemiripan tapi mungkin ada perbedaan nuansa.
Pembiasaan membuat kalimat urut, rapi, dan lengkap yang membuat kita di kejenuhan dan kesusashan “bergerak” saat menginginkan kalimat yang memikat. Pembuat kalimat berada dalam sangkaan “selesai”. Padahal, ia tak berkutik dengan kalimat-kalimatnya.
“Kita berpikir dalam kalimat-kalimat, dan cara kita berpikir merupakan cara kita memandang,” ungkap Natalie Goldberg. Kita bersepakat dengan pendapatnya berkaitan hasrat penulisan. Selanjutnya: “Kalau kita berpikir dalam struktur subjek/kata kerja/objek langsung, maka seperti itu pulalah kita membentuk dunia kita. Dengan mendobrak tata kalimat itu, kita melepaskan energi dan bisa melihat dunia secara segar dan dari sudut yang baru.” Yang tersulit adalah menjadi pendobrak.
(Natalie Goldberg, 2005, Alirkan Jati Dirimu, Mizan Learning Center)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<