KURUNGBUKA.com – (09/03/2024) Pada 2024, umat sastra di Indonesia boleh memperingati 100 tahun AA Navis. Pengarang yang terkenal dengan cerita berjudul “Robohnya Surau Kami”. Ia menulis banyak cerita pendek dan novel tapi ingatan para murid, guru, dan mahasiswa di Indonesia terbatas. Mereka memang tidak bermaksud membaca semua buku AA Navis.

Di buku pelajaran atau perkuliahan, AA Navis menjadi nama penting tanpa pengenalan yang panjang. Di leksikon atau buku-buku pengantar sastra, sosok itu dikenali ringkas saja. Ia besar dalam sastra meski memiliki kesibukan-kesibukan yang lain.

Sejak awal, AA Navis mengaku tidak memiliki kecakapan dalam menulis cerita. Penyebab terbesarnya: “Bahasa Indonesia saya tidak lancar. Mungkin karena saya tidak banyak bergaul dengan orang-orang yang memakai bahasa Indonesia.” Ia hidup dan besar dalam kebudayaan Minangkabau.

Keakraban atau kefasihan dalam menggunakan bahasa ibu sangat berbeda dengan pengalamannya berbahasa Indonesia. Padahal, ia ingin menekuni sastra yang terbaca publik dalam bahasa Indonesia. Dirinya wajib “menang” dalam mengatasi masalah kebahasaan. Kesulitan besar yang menentukan maju atau mundur dalam kesusastraan.

AA Navis (1978) mengungkapkan: “Dalam memproses naskah yang saya tulis, jadinya saya selalu tersandung dalam menggunakan bahasa. Sehingga setiap naskah senantiasa mengalami beberapa kali pengulangan, setidak-tidaknya empat kali pengulangan. Yang menjengkelkan pula kadang-kadang selalu mengubah cerita itu sendiri.”

Kita mengira ia tersiksa. Situasinya mungkin sebaliknya, ia “menikmati” sambil menguji keimanannya bersastra. Ketabahan yang dimilikinya yang mematangkan perwujudan cerita-cerita bermutu.

(Pamusuk Eneste (editor), 1982, Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang, Gramedia)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<